Menghapus Masa Lalu
loading...
A
A
A
LISBOA - Liga Champions bukan tempat yang ramah untuk tim di luar Spanyol, Inggris dan Italia. Dari total 64 trofi yang sudah terdistribusi sepanjang turnamen tersebut digelar, hanya tim asal Spanyol, Inggris, dan Italia yang bisa mengoleksi lebih dari 10 gelar.
Spanyol menjadi kolektor terbanyak dengan 18 gelar, Italia memiliki 12 dan Inggris dengan 13 trofi. Negara lain, hanya pantas disebut sebagai pengganggu, karena perolehan trofi mereka masih berada di bawah dua digit. Jerman, mengumpulkan tujuh gelar, Belanda (6), Portugal (4), Prancis, Rumania, Skotlandia dan Yugoslavia yang masing-masing memiliki satu trofi.
Jika diperpanjang lagi datanya, akan semakin kentara bagaimana dominasi Spanyol, Inggris dan Italia makin terasa. Dalam satu dekade (10 tahun) terakhir, sembilan gelar berputar di tiga negara tersebut. Hanya satu yang mendarat di Jerman melalui Bayern Muenchen. (Baca: Pelatih Lipzig: PSG Terlalu Bagus)
Melihat catatan tersebut, tentu menjadi menarik melihat peta semifinalis tahun ini karena berada di luar pusaran kekuasan. Jerman dan Prancis sama-sama mengirim dua wakil di semifinal. Sehingga memunculkan tiga skenariio di partai final; Final Sesama Jerman, Final sesama Prancis, atau tidak keduanya; Jerman vs Prancis.
Salah satu kemungkian skenario itu akan ditentukan saat wakil Jerman Bayern menghadapi duta Prancis Lyon di Estadio Jose Alvalade, Lisboa, Portugal, dini hari nanti. Sekilas, banyak yang menyebut bahwa pertandingan ini akan menjadi milik Jerman.
Kualitas FC Hollywood itu sudah diperlihatkan saat mereka meremukkan Barcelona 8-2. Bayern juga lebih memiliki pengalaman di partai semifinal. Sejak 1992/1993 mereka sudah bermain 11 kali di partai final; dengan lima diantaranya lolos ke final. Sedangkan, Lyon hanya sekali merasakan partai semifinal.
Tepatnya di musim 2009/2010 sebelum akhirnya dihentikan Bayern dengan aggregate 0-4; kalah 0-3 di leg pertama dan menyerah 0-1 saat menjalani pertandingan kedua. Bayern juga sedang berada dalam tren positif. Pasukan Hans-Dieter Flick dalam mood positif setelah menyelesaikan musim domestik dengan double winner; Bundesliga, DFB Pokal. Mereka melakukan semuanya dengan meyakinkan. (Baca juga: Dipakai Jokowi, Sepeda Lipat Kreuz Banjir Orderan hingga 2023)
“Tentu saja kami senang dengan hasil melawan Barcelona. Tapi kami masih punya agenda dan kami semua tahu seberapa cepat hal-hal bisa terjadi dalam sepak bola. Kami perlu melihat ke depan, mengumpulkan energi dan kemudian segalanya dimulai dari 0-0,” kata Flick dikutip situs resmi UEFA.
Pelatih Berusia 55 tahun tersebut ingin mengatakan, bahwa semua yang terjadi sebelum partai semifinal adalah masa lalu sehingga harus dilupakan. Sepak bola tidak bisa terus bersandar pada sejarah dan data masa lalu karena tak akan membantu hasil akhir pertandingan terbaru.
Seperti yang diperlihatkan Lyon. Meski terseok-seok di kompetisi domestik (menempati peringkat 7 klasemen akhir), tapi memperlihatkan kematangan berbeda di Liga Champions. Sukses Lyon menyingkirkan Juventus dengan Cristiano Ronaldo di dalamnya, memulangkan Manchester City 1-3 tim yang telah menundukkan Real Madrid di babak 16 besar, bukan sebuah keberuntungan
Lyon punya kekuatan dari sisi kolektivitas dan fleksibilitas permainan yang harus diwaspadi Bayern. Seperti saat melawan Juventus dan Man City. Pelatih Lyon Rudi Garcia bisa membuat timnya bermain kompak dan mampu melakukan transisi yang sangat baik antara periode menyerang dengan intens tinggi, dan pertahanan yang cerdik.
Serangan Lyon juga mematikan dan efektif. Jika Bayern memiliki Robert Lewandowski dan Thomas Mueller, Lyon punya Memphis Depay dan Toko Ekambi: Dua pemain yang suka berlari di belakang pertahanan lawan dan memanfaatkan ruang-ruang besar yang cenderung ditinggalkan tim dengan taktik pertahanana garis tinggi.
Lini engah Les Gones juga menjadi senjata tersendiri. Ada Houssem Aouar, Bruno Guimaraes, dan Maxence Caqueret yang membentuk trisula, bekerja dalam segitiga menutup saluran saat ada tekanan tapi cepat dalam membantu serangan. Ketiganya juga penggiring yang bagus, bisa bertindak sebagai pengatur ritme, dan bisa mendikte jalannya pertandingan. (Lihat videonya: Waspada! Kini Beredar Emas Palsu yang Dicampur Perak)
“Kami tahu siapa yang akan kami hadapi selanjutnya. Kami menyingkirkan Juventus yang menjadi salah satu pesaing untuk memenangkan Liga Champions , dan kini Manchester City yang juga menjadi pesaing kuat menjuarai Liga Champions," kata Garcia.
Secara khusus, dia sudah melupakan pengalaman pahit karena saat bersama AS Roma, dipermalukan 1-7 oleh Bayern. "Ketika Anda berada di empat besar kami bisa mengatakan bahwa kami pantas berada di sana dan jika kami mencapai final maka artinya kami benar-benar pantas mendapatkannya," tandasnya. (Maruf)
Spanyol menjadi kolektor terbanyak dengan 18 gelar, Italia memiliki 12 dan Inggris dengan 13 trofi. Negara lain, hanya pantas disebut sebagai pengganggu, karena perolehan trofi mereka masih berada di bawah dua digit. Jerman, mengumpulkan tujuh gelar, Belanda (6), Portugal (4), Prancis, Rumania, Skotlandia dan Yugoslavia yang masing-masing memiliki satu trofi.
Jika diperpanjang lagi datanya, akan semakin kentara bagaimana dominasi Spanyol, Inggris dan Italia makin terasa. Dalam satu dekade (10 tahun) terakhir, sembilan gelar berputar di tiga negara tersebut. Hanya satu yang mendarat di Jerman melalui Bayern Muenchen. (Baca: Pelatih Lipzig: PSG Terlalu Bagus)
Melihat catatan tersebut, tentu menjadi menarik melihat peta semifinalis tahun ini karena berada di luar pusaran kekuasan. Jerman dan Prancis sama-sama mengirim dua wakil di semifinal. Sehingga memunculkan tiga skenariio di partai final; Final Sesama Jerman, Final sesama Prancis, atau tidak keduanya; Jerman vs Prancis.
Salah satu kemungkian skenario itu akan ditentukan saat wakil Jerman Bayern menghadapi duta Prancis Lyon di Estadio Jose Alvalade, Lisboa, Portugal, dini hari nanti. Sekilas, banyak yang menyebut bahwa pertandingan ini akan menjadi milik Jerman.
Kualitas FC Hollywood itu sudah diperlihatkan saat mereka meremukkan Barcelona 8-2. Bayern juga lebih memiliki pengalaman di partai semifinal. Sejak 1992/1993 mereka sudah bermain 11 kali di partai final; dengan lima diantaranya lolos ke final. Sedangkan, Lyon hanya sekali merasakan partai semifinal.
Tepatnya di musim 2009/2010 sebelum akhirnya dihentikan Bayern dengan aggregate 0-4; kalah 0-3 di leg pertama dan menyerah 0-1 saat menjalani pertandingan kedua. Bayern juga sedang berada dalam tren positif. Pasukan Hans-Dieter Flick dalam mood positif setelah menyelesaikan musim domestik dengan double winner; Bundesliga, DFB Pokal. Mereka melakukan semuanya dengan meyakinkan. (Baca juga: Dipakai Jokowi, Sepeda Lipat Kreuz Banjir Orderan hingga 2023)
“Tentu saja kami senang dengan hasil melawan Barcelona. Tapi kami masih punya agenda dan kami semua tahu seberapa cepat hal-hal bisa terjadi dalam sepak bola. Kami perlu melihat ke depan, mengumpulkan energi dan kemudian segalanya dimulai dari 0-0,” kata Flick dikutip situs resmi UEFA.
Pelatih Berusia 55 tahun tersebut ingin mengatakan, bahwa semua yang terjadi sebelum partai semifinal adalah masa lalu sehingga harus dilupakan. Sepak bola tidak bisa terus bersandar pada sejarah dan data masa lalu karena tak akan membantu hasil akhir pertandingan terbaru.
Seperti yang diperlihatkan Lyon. Meski terseok-seok di kompetisi domestik (menempati peringkat 7 klasemen akhir), tapi memperlihatkan kematangan berbeda di Liga Champions. Sukses Lyon menyingkirkan Juventus dengan Cristiano Ronaldo di dalamnya, memulangkan Manchester City 1-3 tim yang telah menundukkan Real Madrid di babak 16 besar, bukan sebuah keberuntungan
Lyon punya kekuatan dari sisi kolektivitas dan fleksibilitas permainan yang harus diwaspadi Bayern. Seperti saat melawan Juventus dan Man City. Pelatih Lyon Rudi Garcia bisa membuat timnya bermain kompak dan mampu melakukan transisi yang sangat baik antara periode menyerang dengan intens tinggi, dan pertahanan yang cerdik.
Serangan Lyon juga mematikan dan efektif. Jika Bayern memiliki Robert Lewandowski dan Thomas Mueller, Lyon punya Memphis Depay dan Toko Ekambi: Dua pemain yang suka berlari di belakang pertahanan lawan dan memanfaatkan ruang-ruang besar yang cenderung ditinggalkan tim dengan taktik pertahanana garis tinggi.
Lini engah Les Gones juga menjadi senjata tersendiri. Ada Houssem Aouar, Bruno Guimaraes, dan Maxence Caqueret yang membentuk trisula, bekerja dalam segitiga menutup saluran saat ada tekanan tapi cepat dalam membantu serangan. Ketiganya juga penggiring yang bagus, bisa bertindak sebagai pengatur ritme, dan bisa mendikte jalannya pertandingan. (Lihat videonya: Waspada! Kini Beredar Emas Palsu yang Dicampur Perak)
“Kami tahu siapa yang akan kami hadapi selanjutnya. Kami menyingkirkan Juventus yang menjadi salah satu pesaing untuk memenangkan Liga Champions , dan kini Manchester City yang juga menjadi pesaing kuat menjuarai Liga Champions," kata Garcia.
Secara khusus, dia sudah melupakan pengalaman pahit karena saat bersama AS Roma, dipermalukan 1-7 oleh Bayern. "Ketika Anda berada di empat besar kami bisa mengatakan bahwa kami pantas berada di sana dan jika kami mencapai final maka artinya kami benar-benar pantas mendapatkannya," tandasnya. (Maruf)
(ysw)