Remehkan Tim, Penyebab Honda dan Yamaha Terpuruk di MotoGP
loading...
A
A
A
General Manager Ducati Corse, Gianluigi Dall’Igna, mengungkapkan apa yang menjadi salah satu penyebab tim pabrikan Jepang terpuruk di MotoGP setelah bertahun-tahun mendominasi. Kata dia, mungkin mereka meremehkan para lawan saat masih berjaya sehingga terlena dan akhirnya kalah saing.
Tim pabrikan Jepang telah mendominasi selama berdekade-dekade di kelas utama balapan motor Grand Prix hingga kini berada di era MotoGP. Sejak 1975 hingga 2021 lalu, Honda, Yamaha atau Suzuki saling bergantian menjadi juara dengan pembalap-pembalap hebat yang mereka miliki mulai dari era Kenny Roberts, Mick Doohan, Valentino Rossi, hingga Marc Marquez.
Hanya sekali dominasi mereka terpatahkan dalam periode tersebut, yakni ketika Casey Stoner menjadi juara bersama Ducati pada MotoGP 2007 lalu. Namun, situasinya berubah setelah Monster Energy Yamaha kali terakhir berjaya dengan Fabio Quartararo di musim 2021.
Di musim 2022, performa Yamaha mulai menurun meski Quartararo masih bisa menjadi runner up. Sementara Suzuki, yang sebenarnya masih bisa bersaing malah memutuskan cabut dari MotoGP di akhir musim.
Sedangkan Honda, sudah benar-benar kacau dan semakin terpuruk sejak itu. Di sisi lain, Ducati Lenovo sukses menjadi juara MotoGP 2022 dan 2023 dan terus mendominasi di musim 2024 ini.
Dengan perginya Suzuki, Honda dan Yamaha menjadi tim pabrikan Jepang yang tersisa, tetapi keduanya benar-benar tak sanggup lagi bersaing di papan atas sejak 2023 lalu. Bahkan, Quartararo, yang duduk di peringkat 15 dengan 44 poin saja dari sembilan seri, menjadi rider terbaik dari tim pabrikan Negeri Sakura musim ini.
Dall'Igna menilai keterpurukan yang dialami Honda dan Yamaha saat ini bisa jadi disebabkan karena mereka meremehkan para rival ketika masih berjaya. Sejumlah nama besar yang mereka miliki pun semakin membuat terlena sehingga mereka tertinggal dari segi pengembangan motor dan akhirnya kalah bersaing seperti sekarang.
"Ya, mereka mungkin meremehkan lawan dan itu selalu menjadi masalah. Jika ingin mengalahkan lawan, Anda tidak boleh meremehkannya. Dan ketika Anda memiliki pembalap yang sangat kuat, hal ini sering kali menyebabkan Anda tidak melihat lawan Anda berada pada level yang sama, karena Anda berpikir bahwa Andalah yang akan menyelesaikan masalah," kata Dall’Igna dilansir dari Speedweek, Sabtu (20/7/2024).
"Namun bahkan jika Anda memiliki seorang juara, Anda harus terus bekerja karena Anda harus selalu memberikan motor terbaik kepada pembalap Anda. Namun Anda harus mendengarkan semua pengendara Anda untuk meningkatkan level sepeda motor Anda," pungkasnya.
Saat ini, empat pembalap Ducati berada di empat posisi teratas MotoGP 2024. Sang juara bertahan dari Ducati Lenovo, Francesco Bagnaia, memimpin dengan keunggulan 10 poin dari jagoan Pramac Ducati, Jorge Martin.
Tim pabrikan Jepang telah mendominasi selama berdekade-dekade di kelas utama balapan motor Grand Prix hingga kini berada di era MotoGP. Sejak 1975 hingga 2021 lalu, Honda, Yamaha atau Suzuki saling bergantian menjadi juara dengan pembalap-pembalap hebat yang mereka miliki mulai dari era Kenny Roberts, Mick Doohan, Valentino Rossi, hingga Marc Marquez.
Hanya sekali dominasi mereka terpatahkan dalam periode tersebut, yakni ketika Casey Stoner menjadi juara bersama Ducati pada MotoGP 2007 lalu. Namun, situasinya berubah setelah Monster Energy Yamaha kali terakhir berjaya dengan Fabio Quartararo di musim 2021.
Di musim 2022, performa Yamaha mulai menurun meski Quartararo masih bisa menjadi runner up. Sementara Suzuki, yang sebenarnya masih bisa bersaing malah memutuskan cabut dari MotoGP di akhir musim.
Sedangkan Honda, sudah benar-benar kacau dan semakin terpuruk sejak itu. Di sisi lain, Ducati Lenovo sukses menjadi juara MotoGP 2022 dan 2023 dan terus mendominasi di musim 2024 ini.
Dengan perginya Suzuki, Honda dan Yamaha menjadi tim pabrikan Jepang yang tersisa, tetapi keduanya benar-benar tak sanggup lagi bersaing di papan atas sejak 2023 lalu. Bahkan, Quartararo, yang duduk di peringkat 15 dengan 44 poin saja dari sembilan seri, menjadi rider terbaik dari tim pabrikan Negeri Sakura musim ini.
Dall'Igna menilai keterpurukan yang dialami Honda dan Yamaha saat ini bisa jadi disebabkan karena mereka meremehkan para rival ketika masih berjaya. Sejumlah nama besar yang mereka miliki pun semakin membuat terlena sehingga mereka tertinggal dari segi pengembangan motor dan akhirnya kalah bersaing seperti sekarang.
"Ya, mereka mungkin meremehkan lawan dan itu selalu menjadi masalah. Jika ingin mengalahkan lawan, Anda tidak boleh meremehkannya. Dan ketika Anda memiliki pembalap yang sangat kuat, hal ini sering kali menyebabkan Anda tidak melihat lawan Anda berada pada level yang sama, karena Anda berpikir bahwa Andalah yang akan menyelesaikan masalah," kata Dall’Igna dilansir dari Speedweek, Sabtu (20/7/2024).
"Namun bahkan jika Anda memiliki seorang juara, Anda harus terus bekerja karena Anda harus selalu memberikan motor terbaik kepada pembalap Anda. Namun Anda harus mendengarkan semua pengendara Anda untuk meningkatkan level sepeda motor Anda," pungkasnya.
Saat ini, empat pembalap Ducati berada di empat posisi teratas MotoGP 2024. Sang juara bertahan dari Ducati Lenovo, Francesco Bagnaia, memimpin dengan keunggulan 10 poin dari jagoan Pramac Ducati, Jorge Martin.
(yov)