Masa Kritis Guardiola

Rabu, 30 September 2020 - 11:35 WIB
loading...
Masa Kritis Guardiola
Pelatih Manchester City Pep Guardiola. Foto/Reuters
A A A
BURNLEY - Setiap pelatih pasti memiliki masa kritis dalam karier kepelatihannya. Tidak peduli dia memiliki nama besar seperti Pep Guardiola yang sudah mendapatkan semua gelar sepak bola paling bergengsi di level klub.

Periode itu yang sekarang sedang dialami Guardiola. Sempat memiliki musim gemilang di Manchester City dengan menjadi tim pertama di Inggris yang menggabungkan gelar kompetisi domestik, Liga Primer, Piala Liga, dan Piala FA pada musim 2018/2019, mantan pelatih Barcelona dan Bayern Muenchen itu sedang diuji. (Baca: Penyebab Rezeki Tidak Lancar dan Penawarnya)

Kekalahan 2-5 dari Leicester City akhir pekan lalu adalah hal yang tidak pernah dibayangkan Guardiola dan pendukung mereka bahkan dalam mimpi sekalipun. Hasil itu melengkapi sederet skor aneh di dua pekan pertama Liga Primer.

Bagi The Citizens, ini adalah pertama kalinya dalam 438 pertandingan di Stadion Etihad, mereka kebobolan lima gol. Sementara untuk Guardiola menjadi yang pertama sepanjang karier manajerial profesional yang sudah mencapai 686 pertandingan.

Sebenarnya mudah untuk mengatakan bahwa timnya tidak layak kalah. Memiliki penguasaan bola 72% dan melakukan 16 tembakan selama 90 menit menjadi indikasi jika Leicester terbilang beruntung karena berhasil menang dengan skor besar. "Saya merasa bersalah. Saya meminta maaf kepada klub," kata Guardiola, setelah laga.

Tudingan kemudian diarahkan ke barisan belakang di mana Guardiola sudah menginvestasikan banyak uang di sana. Di luar penjaga gawang, pelatih berusia 49 tahun itu sudah mengeluarkan dana tak kurang dari 450 juta euro yang jika dirupiahkan sekitar Rp7,8 triliun. (Baca juga: Kemendikbud: Aplikasi untuk Paket Kuota Belajar Akan Ditambah)

Angka besar ini sudah ditambah dengan 100 juta euro untuk memboyong dua bek anyar musim ini Nathan Ake dari Bournemouth sebesar 45,3 juta euro dan Ruben Dias dikabarkan sudah dilepas Benfica dengan angka 68 juta euro ditambah 3,6 juta euro sebagai bonus.

Meski menganggap barisan belakang sebagai masalah, juga tidak 100% betul. Jika melihat rataan gol yang bersarang ke gawang The Citizens dalam tiga musim terakhir, tak perlu ada yang perlu terlalu dikhawatirkan. Setidaknya jika dibandingkan dengan tim anggota big five sekalipun.

Dalam kondisi terburuk seperti musim lalu, saat Man City hanya menjadi runner-up, mereka hanya kebobolan 35 gol atau kurang dari 1 gol (0,9 gol per laga) dalam satu pertandingan. Angka ini adalah kemasukan paling sedikit kedua setelah Liverpool sebagai juara. Musim saat Man City menjadi juara di musim 2018/2019, mereka kebobolan 23 gol (0,6 gol per laga), sedangkan 2017/2018 kemasukan 27 kali (0,7 gol per laga).

Angka ini menjadi indikasi jika investasi Guardiola di barisan belakang tidak bisa dikatakan gagal. Justru, masalah Man City adalah di depan, terutama jika Guardiola kehilangan Sergio Aguero atau Gabriel Jesus. Itu yang terjadi saat melawan Leicester. (Baca juga: Fahri Hamzah Dorong Fadli Zon Ungkap Sejarah Komunis dan PKI)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1459 seconds (0.1#10.140)