Bantah Terlibat Match Fixing, Dua Pebulutangkis Ajukan Banding

Senin, 11 Januari 2021 - 18:17 WIB
loading...
Bantah Terlibat Match...
Tiga pebulutangkis Indonesia yang dihukum BWF bertemu dengan Pengurus Pusat PBSI di Pelatnas Bulutangkis Indonesia Cipayung, Senin (11/1/2021). foto : pbsi
A A A
JAKARTA - Dua dari delapan pemain bulutangkis Indonesia yang terlibat dalam kasus pengaturan pertandingan akan mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) di Swiss. Langkah itu dilakukan setelah berkonsultasi dengan Pengurus Pusat PBSI di Pelatnas Bulutangkis Indonesia Cipayung, Senin (11/1/2021).


Sementara itu Putri Sekartaji memilih tidak mengajukan banding dan menerima hukuman skorsing 12 tahun dan denda USD 12.000. "Karena mereka masih sebagai warga PBSI, maka ketika mereka meminta bantuan dan perlindungan, tentu kita bantu dan dampingi," kata Wakil Sekretaris Jenderal PP PBSI Eddy Sukarno.

Eddy mengatakan memori banding tersebut akan segera dikirim ke CAS setelah ditandatangani oleh kedua pemain itu. Hal ini sebagai bentuk tanggung jawab jika PBSI tidak lepas tangan terhadap warganya yang tengah terlilit kasus.

Baca juga : Dominasi Djokovic-Nadal di Grand Slam Diprediksi Masih Berlanjut

Agri yang dijatuhi vonis BWF berupa hukuman enam tahun tidak boleh berkecimpung di bulu tangkis dan denda 3.000 dolar AS, mengaku hanya sabagai korban. Pasalnya, dia tidak pernah melakukan pengaturan skor saat tampil di Vietnam Terbuka 2017.

Tuduhan bahwa dia bertaruh dengan Hendra Tandjaya pun tidak benar. Dia mengaku hanya akan mentraktir Hendra makan di restoran cepat saji apabila Dionysius Hayom Rumbaka yang dijagokannya memenangi pertandingan melawan Hashiru Shimono asal Jepang yang saat itu tengah bertanding.

Baca juga : Razlan Razali: Jangan Remehkan Morbidelli!

Namun, pilihan Agri tersebut oleh Hendra dimasukkan ke rekening perjudian online yang dimiliki Hendra yang kemudian menjerat Agri. “Kesalahan saya adalah karena tidak melaporkan terjadinya perjudian tersebut ke BWF. Namun sebagai pemain, saya pun tidak mengetahui kalau tidak melapor itu adalah melanggar Etik BWF," tutur Agripinna.

Sementara untuk kasus Mia, dia didakwa karena menyetujui dan menerima uang sebesar Rp10 juta dari hasil perjudian, tidak melaporkan terjadi perjudian kepada BWF, dan tidak hadir dalam wawancara atau undangan investigasi oleh BWF. Atas kesalahan itu, Mia diskorsing 10 tahun tidak boleh terlibat dalam pertandingan dan denda 10.000 dolar AS. "Terhadap hukuman itu, saya mengajukan banding agar Pengadilan CAS membatalkan keputusan BWF," ujar Mia.

Baca juga : Lampard Sebut-sebut Hazard, Saat Memuji Timo Werner dan Haverts Seusai Bikin Gol

Pembelaan pemain berusia 24 tahun ini karena uang hasil kesepakatan dengan Hendra tersebut sejatinya merupakan uang saku untuk dirinya selama mengikuti kejuaraan. Mia juga tidak mengetahui bahwa uang tersebut berasal dari hasil perjudian yang dilakukan oleh Hendra.

“Lalu dalam hal tuduhan saya menyetujui retired di New Zealand Open 2017 pada partai ganda putri, juga sama sekali tidak benar. Bahkan saya berdebat dengan Hendra di tengah lapangan. Saya tidak mau retired tapi Hendra sebagai ofisial meminta ke wasit agar pertandingan dihentikan dengan menyebut saya tidak mungkin melanjutkan pertandingan karena cidera. Padahal saya tidak cidera," ucap Mia.

Sementara lima pemain lain yang dihukum adalah Hendra Tandjaya, Ivandi Danang, Androw Yunanto, Afni Fadilah, dan Aditya Dwiantoro.
(abr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1582 seconds (0.1#10.140)