Pakai Peluru, Tentara Israel Akhiri Karier Pesepak Bola Muda Palestina Sebelum Mulai
loading...
A
A
A
NABLUS - Kisah memilukan dialami talenta muda Palestina, Saeed Odeh . Remaja berusia 16 tahun itu belum sempat memulai kariernya sebagai pesepak bola akibat diterjang peluru tentara Israel.
Odeh tewas karena ditembak oleh tentara Israel pada 5 Mei 2021. Padahal saat itu, dia sedang mengasah bakatnya di Akademi Sepak Bola Olahraga Pele yang terletak di Nablus, sebuah kota di bagian utara West Bank.
Insiden itu terjadi ketika Odeh bersama teman-temannya sedang berjalan menuju kolam renang di dekat desanya, Odala. Namun, ditengah perjalanan nasib naas menimpa. Tanpa alasan jelas, mereka ditembaki tentara Israel dengan peluru sungguhan.
Satu peluru tajam dari tentara Israel menembus dada Odeh. Dia sempat berusaha melarikan diri ke ladang zaitun. Tapi, dia tidak berdaya lagi karena darah terus keluar dari dadanya yang membuatnya terjatuh.
Sebenarnya saat itu sudah ada ambulans untuk menolongnya. Ironisnya, ambulans dilarang masuk oleh tentara Israel meski Odeh dalam kondisi kritis. Pasukan Pertahanan Israel sering tidak menerima bantuan kepada warga Palestina yang terluka.
Beberapa jam kemudian barulah tentara Israel mengizinkan ambulans memasuki ladang. Yang lebih memilukan, salah satu petugas ambulans itu adalah paman Odeh, yaitu Fayez Abd Al-Jabar.
Sungguh menyesakan bagi Al-Jabar ketika melihat Odeh bersimpah darah di tanah. Dia mencoba menyelamatkan nyawa keponakannya bersama staf medis di rumah sakit Rafedeah, tetapi nyawanya tidak bisa terselamatkan. Al-Jabar mengaku tidak percaya peristiwa tragis itu menimpa Odeh.
“Kami mendapat berita dari Facebook, tapi kami tidak percaya. Kami terus berpikir ada kesalahan dalam nama sampai kami tiba di rumah sakit, dan bahkan ketika kami melihatnya, kami tidak percaya dia telah pergi,” ungkap Nassar, dilansir dari AA.
Pada hari yang sama, rekan Odeh di Akademi Sepak Bola Olahraga Pele, yang bernama Khalid Sarhan mendapat kabar duka. Saat itu dia berada di ruang ganti tim dan bersiap memasuki stadion. Lalu, ada telfon yang mengabarkan Odeh telah tewas karena ditembak tentara Israel.
Sarhan mengaku hampir pingsan ketika mendengar kabar itu. Dia masih belum percaya sampai ayahnya membenarkan bahwa Odeh telah meninggal.
"Pada malam hari, seorang teman menelepon saya dan bertanya: 'Apakah kamu teman Saeed?' Saya menjawab 'Iya,' lalu dia berkata 'temanmu telah terbunuh oleh tentara (Isrel) dalam perjalanan ke kolam renang,'” ucap Sarhan.
Sarhan lalu bercerita mengenai persahabatnnya dengan Odeh yang dimulai enam tahun lalu di stadion sepak bola. Sarhan mengaku sangat terpukul. Hingga Sarhan sempat memutuskan untuk berhenti bermain setelah kematian Odeh.
Akan tetapi, orang tua Sarhan mendorongnya untuk melanjutkan kariernya di sepak bola demi teman tercintanya. Hingga akhirnya pada Juni lalu, mereka berangkat ke Mesir dan menang di Sharm el-Sheikh tanpa kehadiran Odeh di lapangan.
“Kami menghabiskan siang dan malam bersama. Kehilangannya sangat menyakitkan. Dia penuh dengan semangat hidup," jelasnya.
“Ibu Saeed memberi saya seragamnya, meminta saya untuk membesarkan nama putranya ke mana pun saya pergi dan bermain. "Kami membawa nama dan mimpinya ke Sharm el-Sheikh dan menang,” lanjutnya.
Pelatih Jihad Nassar juga mengungkapkan perasaannya ketika pertama kali bertemu Odeh. Dia mengatakan bahwa Odeh merupakan pribadi yang ramah dan punya permainan yang sangat baik.
“Dia sangat ramah, dia pemarah tapi juga biasa meminta maaf tanpa ragu-ragu. Dalam soal permainan, dia berusaha melakukan yang terbaik," kenang Nassar.
Odeh tewas karena ditembak oleh tentara Israel pada 5 Mei 2021. Padahal saat itu, dia sedang mengasah bakatnya di Akademi Sepak Bola Olahraga Pele yang terletak di Nablus, sebuah kota di bagian utara West Bank.
Insiden itu terjadi ketika Odeh bersama teman-temannya sedang berjalan menuju kolam renang di dekat desanya, Odala. Namun, ditengah perjalanan nasib naas menimpa. Tanpa alasan jelas, mereka ditembaki tentara Israel dengan peluru sungguhan.
Satu peluru tajam dari tentara Israel menembus dada Odeh. Dia sempat berusaha melarikan diri ke ladang zaitun. Tapi, dia tidak berdaya lagi karena darah terus keluar dari dadanya yang membuatnya terjatuh.
Sebenarnya saat itu sudah ada ambulans untuk menolongnya. Ironisnya, ambulans dilarang masuk oleh tentara Israel meski Odeh dalam kondisi kritis. Pasukan Pertahanan Israel sering tidak menerima bantuan kepada warga Palestina yang terluka.
Beberapa jam kemudian barulah tentara Israel mengizinkan ambulans memasuki ladang. Yang lebih memilukan, salah satu petugas ambulans itu adalah paman Odeh, yaitu Fayez Abd Al-Jabar.
Sungguh menyesakan bagi Al-Jabar ketika melihat Odeh bersimpah darah di tanah. Dia mencoba menyelamatkan nyawa keponakannya bersama staf medis di rumah sakit Rafedeah, tetapi nyawanya tidak bisa terselamatkan. Al-Jabar mengaku tidak percaya peristiwa tragis itu menimpa Odeh.
“Kami mendapat berita dari Facebook, tapi kami tidak percaya. Kami terus berpikir ada kesalahan dalam nama sampai kami tiba di rumah sakit, dan bahkan ketika kami melihatnya, kami tidak percaya dia telah pergi,” ungkap Nassar, dilansir dari AA.
Pada hari yang sama, rekan Odeh di Akademi Sepak Bola Olahraga Pele, yang bernama Khalid Sarhan mendapat kabar duka. Saat itu dia berada di ruang ganti tim dan bersiap memasuki stadion. Lalu, ada telfon yang mengabarkan Odeh telah tewas karena ditembak tentara Israel.
Sarhan mengaku hampir pingsan ketika mendengar kabar itu. Dia masih belum percaya sampai ayahnya membenarkan bahwa Odeh telah meninggal.
"Pada malam hari, seorang teman menelepon saya dan bertanya: 'Apakah kamu teman Saeed?' Saya menjawab 'Iya,' lalu dia berkata 'temanmu telah terbunuh oleh tentara (Isrel) dalam perjalanan ke kolam renang,'” ucap Sarhan.
Sarhan lalu bercerita mengenai persahabatnnya dengan Odeh yang dimulai enam tahun lalu di stadion sepak bola. Sarhan mengaku sangat terpukul. Hingga Sarhan sempat memutuskan untuk berhenti bermain setelah kematian Odeh.
Akan tetapi, orang tua Sarhan mendorongnya untuk melanjutkan kariernya di sepak bola demi teman tercintanya. Hingga akhirnya pada Juni lalu, mereka berangkat ke Mesir dan menang di Sharm el-Sheikh tanpa kehadiran Odeh di lapangan.
“Kami menghabiskan siang dan malam bersama. Kehilangannya sangat menyakitkan. Dia penuh dengan semangat hidup," jelasnya.
“Ibu Saeed memberi saya seragamnya, meminta saya untuk membesarkan nama putranya ke mana pun saya pergi dan bermain. "Kami membawa nama dan mimpinya ke Sharm el-Sheikh dan menang,” lanjutnya.
Pelatih Jihad Nassar juga mengungkapkan perasaannya ketika pertama kali bertemu Odeh. Dia mengatakan bahwa Odeh merupakan pribadi yang ramah dan punya permainan yang sangat baik.
“Dia sangat ramah, dia pemarah tapi juga biasa meminta maaf tanpa ragu-ragu. Dalam soal permainan, dia berusaha melakukan yang terbaik," kenang Nassar.
(mirz)