Habis Gelap Sepak Bola Indonesia 2015, Terbitlah Terang Sepak Bola Indonesia 2016
A
A
A
SURABAYA - Habis gelap sepak bola Indonesia 2015, Terbitlah terang sepak bola Indonesia 2016. Asa itu muncul sebagai ekspresi kehancuran sepak bola Indonesia pada 2015 karena perselisihan Menpora dengan PSSI. Nyaris tidak ada yang dibanggakan dari sepak bola Indonesia yang hingga jelang 2016 belum menunjukkan ada tanda-tanda perbaikan.
Turnamen demi turnamen digelar tanpa benar-benar diikuti sebuah niatan untuk menggulirkan kembali kompetisi reguler. Sanksi dari FIFA pun semakin dalam mengendap, karena tidak ada wujud nyata untuk menggugurkan sanksi dengan langkah yang positif.
Tak heran pihak klub pun berharap pada 2016 nanti persepakbolaan Indonesia bakal kembali kondusif dan lebih bersahabat bagi klub dan pemain. Manejemen klub berharap ada yang lebih pasti lagi soal kompetisi reguler, yang selama ini ditunggu.
"Sebenarnya tiap hari kami berharap ada perubahan di sepak bola Indonesia. Tapi dengan pergantian tahun, semoga mengingatkan kita semua bahwa sepak bola Indonesia sudah terlalu lama terpuruk. Semoga 2016 nanti ada atmosfir bagus yakni perubahan positif di segala hal," harap Iwan Budianto, CEO Arema.Cronus.
Arema sebenarnya menuai banyak prestasi pada 2015, yakni merengkuh lima gelar turnamen. Selain itu Arema sukses menjaga eksistensi ketika klub-klub lain memilih vakum. Hanya saja, menurut Iwan, itu tidak cukup karena klub tetap menunggu kompetisi reguler.
Harapan yang sama juga dilontarkan manajemen Persela Lamongan. Klub seperti Persela harus jatuh-bangun, tergantung keberadaan turnamen. Tanpa ada turnamen, Laskar Joko Tingkir pilih tidak melakukan kegiatan sepak bola. Mereka baru bangun setelah ada kepastian turnamen.
"Saya rasa ini situasi selama 2015 membuat semua pihak frustrasi, baik manajemen maupun pemain. Semua tidak ingin seperti ini terus berlanjut di 2016 nanti. Persela berharap semua pihak bisa introspeksi dan memperbaiki semua hal negatif selama 2015," ujar Manajer Persela Yunan Achmadi.
Tanpa ada kompetisi reguler, Persela menjadi klub yang jatuh miskin. Maklum, selama ini sumber dana utama adalah sponsor dan tiket penonton. Tanpa ada kompetisi seperti ISL, praktis tak ada pemasukan yang pasti dan sangat terbatas saat ingin membangun tim di turnamen.
"Sampai sekarang kami menginginkan kompetisi ISL kembali berjalan pada 2016 nanti. Bagamana pun kompetisi memberikan semangat dan harapan hidup kepada klub," tambah Yunan. Mengelola klub tanpa tujuan jelas, yakni ISL, dirasakan sangat berat dan tak menggairahkan.
Itu juga dirasakan Persegres Gresik United yang harus melakukan berbagai siasat agar tim tetap bisa berjibaku di turnamen. Persegres bahkan mengubah konsep tim dengan tak memakai pemain asing agar pengeluaran klub bisa ditekan selama mengikuti turnamen.
"Pusing kalau begini terus. Selepas 2015, harapan tentu ada demi situasi yang lebih baik di sepak bola Indonesia. Mungkin tahap awal perbaikan adalah menggulirkan kembali ISL. Itu sudah cukup bagus untuk klub dan pemain. Soal perbaikan lainnya, bisa menyusul kemudian," tutur Manajer Persegres Bagoes Cahyo Yuwono.
Turnamen demi turnamen digelar tanpa benar-benar diikuti sebuah niatan untuk menggulirkan kembali kompetisi reguler. Sanksi dari FIFA pun semakin dalam mengendap, karena tidak ada wujud nyata untuk menggugurkan sanksi dengan langkah yang positif.
Tak heran pihak klub pun berharap pada 2016 nanti persepakbolaan Indonesia bakal kembali kondusif dan lebih bersahabat bagi klub dan pemain. Manejemen klub berharap ada yang lebih pasti lagi soal kompetisi reguler, yang selama ini ditunggu.
"Sebenarnya tiap hari kami berharap ada perubahan di sepak bola Indonesia. Tapi dengan pergantian tahun, semoga mengingatkan kita semua bahwa sepak bola Indonesia sudah terlalu lama terpuruk. Semoga 2016 nanti ada atmosfir bagus yakni perubahan positif di segala hal," harap Iwan Budianto, CEO Arema.Cronus.
Arema sebenarnya menuai banyak prestasi pada 2015, yakni merengkuh lima gelar turnamen. Selain itu Arema sukses menjaga eksistensi ketika klub-klub lain memilih vakum. Hanya saja, menurut Iwan, itu tidak cukup karena klub tetap menunggu kompetisi reguler.
Harapan yang sama juga dilontarkan manajemen Persela Lamongan. Klub seperti Persela harus jatuh-bangun, tergantung keberadaan turnamen. Tanpa ada turnamen, Laskar Joko Tingkir pilih tidak melakukan kegiatan sepak bola. Mereka baru bangun setelah ada kepastian turnamen.
"Saya rasa ini situasi selama 2015 membuat semua pihak frustrasi, baik manajemen maupun pemain. Semua tidak ingin seperti ini terus berlanjut di 2016 nanti. Persela berharap semua pihak bisa introspeksi dan memperbaiki semua hal negatif selama 2015," ujar Manajer Persela Yunan Achmadi.
Tanpa ada kompetisi reguler, Persela menjadi klub yang jatuh miskin. Maklum, selama ini sumber dana utama adalah sponsor dan tiket penonton. Tanpa ada kompetisi seperti ISL, praktis tak ada pemasukan yang pasti dan sangat terbatas saat ingin membangun tim di turnamen.
"Sampai sekarang kami menginginkan kompetisi ISL kembali berjalan pada 2016 nanti. Bagamana pun kompetisi memberikan semangat dan harapan hidup kepada klub," tambah Yunan. Mengelola klub tanpa tujuan jelas, yakni ISL, dirasakan sangat berat dan tak menggairahkan.
Itu juga dirasakan Persegres Gresik United yang harus melakukan berbagai siasat agar tim tetap bisa berjibaku di turnamen. Persegres bahkan mengubah konsep tim dengan tak memakai pemain asing agar pengeluaran klub bisa ditekan selama mengikuti turnamen.
"Pusing kalau begini terus. Selepas 2015, harapan tentu ada demi situasi yang lebih baik di sepak bola Indonesia. Mungkin tahap awal perbaikan adalah menggulirkan kembali ISL. Itu sudah cukup bagus untuk klub dan pemain. Soal perbaikan lainnya, bisa menyusul kemudian," tutur Manajer Persegres Bagoes Cahyo Yuwono.
(aww)