Soal Lorenzo Lemah di Trek Basah, Manajer: Sulit Menjelaskannya
A
A
A
PALMA - Hasil minor dalam dua seri balap terakhir membuat Jorge Lorenzo tertinggal 48 poin dari Marc Marquez dalam perburuan gelar juara MotoGP 2016. Dalam kondisi trek yang basah, juara bertahan musim lalu seolah melempem tak bisa bersaing.
Lorenzo cuma finis ke-10 di Belanda, dan ke-15 di Jerman dengan total cuma mendulang 16 poin. Hasil itu jauh berbeda dengan Marquez yang justru bisa naik podium kedua dan pertama sehingga meraup 45 angka, yang membuatnya melesat jauh di klasemen pembalap sementara. (Klik di sini untuk update klasemen pembalap MotoGP)
Apa yang diraih Lorenzo di Belanda dan Jerman memang cukup membingungkan. Sebab di lima seri sebelumnya, catatan terburuk pembalap Spanyol cuma meraih podium kedua di bawah rekannya, Valentino Rossi. Adapun ketika gagal menyelesaikan balapan di Catalunya, Lorenzo terjatuh karena ditabrak rider Ducati, Andrea Iannone.
Kondisi demikian memunculkan anggapan jika Lorenzo seolah memang lemah di trek basah. Menanggapi perdebatan itu, manajer sang pembalap, Wilco Zeelenberg, mengatakan hal itu memang cukup sulit dijelaskan, kendati masalah memang berada pada ban depan Michelin.
"Yah itu sulit untuk dijelaskan, bahkan juga untuk Jorge sendiri. Tapi jelas, dia kehilangan banyak kenyamanan. Apalagi dengan ban depan basah Michelin, yang sudah jadi masalahnya sejak di Belanda, lalu kejadian lagi di sini (Jerman)," ungkap Zeelenberg kepada Crash, Kamis (28/7/2016).
"Ban depan basah Bridgestone sudah sering dipakai, sehingga anda tahu rasanya ban dan bisa mencari titik batasnya. Ban ini (Bridgestone) sangat lembut, bahkan kami punya super-soft dan Jorge tidak benar-benar merusaknya. Ada banyak gerakan, tapi tidak terpakai, Jadi ban benar-benar mencengkeram ke trek. Saya rasa itu yang dia cari di trek basah dan kekurangan yang tentunya berada pada Michelin," tambahnya.
"Ban kering juga sama. Mereka (Bridgestone) punya ban yang sangat lembut dengan senyawa ganda, yang semua orang harus menggunakan dasarnya, tapi Jorge tidak memakainya. Tidak sama sekali. Jadi dia perlu merasakan sesuatu pada bagian depan. Dia banyak balapan dengan menggunakan ban belakang, tapi jika tidak nyaman dengan bagian depan, dia akan kesulitan. Pada dasarnya, itulah gambaran besarnya," jelasnya.
Kendati demikian, Zeelenberg membantah jika Lorenzo justru lemah dengan Michelin. Tiga kemenangan yang didapat di Qatar, Prancis, dan Italia, serta di Catalunya (sebelum akhirnya ditabrak Iannone) dinilai jadi buktinya.
"Tentu saja Jorge sudah balapan dengan baik dengan Michelin, menang tiga kali, dan di Barcelona (di mana Lorenzo kesulitan dalam balapan sebelum akhirnya ditabrak Iannone), adalah kebalikan dari balapan di sini karena ada terlalu banyak bagian ban yang tergerus. Mereka mengambil senyawa yang paling sulit, yang bahkan terlalu lembut karena ada banyak gerusan," tegasnya.
"Untuk memastikan masalahnya, harus dicoba dengan gaya balapan Jorge karena dialah adalah orang yang paling kesulitan. Dia punya gaya balapntertentu dan dalam banyak kasus itu adalah gaya yang sangat baik, sangat tepat dan langsung memacu motor sampai batas ketika sudah nyaman. Sekarang dia tidak merasakannya. Ia sudah mencoba, tapi itulah mengapa dia jatuh tiga kali (di Jerman)," tutupnya.
Lorenzo cuma finis ke-10 di Belanda, dan ke-15 di Jerman dengan total cuma mendulang 16 poin. Hasil itu jauh berbeda dengan Marquez yang justru bisa naik podium kedua dan pertama sehingga meraup 45 angka, yang membuatnya melesat jauh di klasemen pembalap sementara. (Klik di sini untuk update klasemen pembalap MotoGP)
Apa yang diraih Lorenzo di Belanda dan Jerman memang cukup membingungkan. Sebab di lima seri sebelumnya, catatan terburuk pembalap Spanyol cuma meraih podium kedua di bawah rekannya, Valentino Rossi. Adapun ketika gagal menyelesaikan balapan di Catalunya, Lorenzo terjatuh karena ditabrak rider Ducati, Andrea Iannone.
Kondisi demikian memunculkan anggapan jika Lorenzo seolah memang lemah di trek basah. Menanggapi perdebatan itu, manajer sang pembalap, Wilco Zeelenberg, mengatakan hal itu memang cukup sulit dijelaskan, kendati masalah memang berada pada ban depan Michelin.
"Yah itu sulit untuk dijelaskan, bahkan juga untuk Jorge sendiri. Tapi jelas, dia kehilangan banyak kenyamanan. Apalagi dengan ban depan basah Michelin, yang sudah jadi masalahnya sejak di Belanda, lalu kejadian lagi di sini (Jerman)," ungkap Zeelenberg kepada Crash, Kamis (28/7/2016).
"Ban depan basah Bridgestone sudah sering dipakai, sehingga anda tahu rasanya ban dan bisa mencari titik batasnya. Ban ini (Bridgestone) sangat lembut, bahkan kami punya super-soft dan Jorge tidak benar-benar merusaknya. Ada banyak gerakan, tapi tidak terpakai, Jadi ban benar-benar mencengkeram ke trek. Saya rasa itu yang dia cari di trek basah dan kekurangan yang tentunya berada pada Michelin," tambahnya.
"Ban kering juga sama. Mereka (Bridgestone) punya ban yang sangat lembut dengan senyawa ganda, yang semua orang harus menggunakan dasarnya, tapi Jorge tidak memakainya. Tidak sama sekali. Jadi dia perlu merasakan sesuatu pada bagian depan. Dia banyak balapan dengan menggunakan ban belakang, tapi jika tidak nyaman dengan bagian depan, dia akan kesulitan. Pada dasarnya, itulah gambaran besarnya," jelasnya.
Kendati demikian, Zeelenberg membantah jika Lorenzo justru lemah dengan Michelin. Tiga kemenangan yang didapat di Qatar, Prancis, dan Italia, serta di Catalunya (sebelum akhirnya ditabrak Iannone) dinilai jadi buktinya.
"Tentu saja Jorge sudah balapan dengan baik dengan Michelin, menang tiga kali, dan di Barcelona (di mana Lorenzo kesulitan dalam balapan sebelum akhirnya ditabrak Iannone), adalah kebalikan dari balapan di sini karena ada terlalu banyak bagian ban yang tergerus. Mereka mengambil senyawa yang paling sulit, yang bahkan terlalu lembut karena ada banyak gerusan," tegasnya.
"Untuk memastikan masalahnya, harus dicoba dengan gaya balapan Jorge karena dialah adalah orang yang paling kesulitan. Dia punya gaya balapntertentu dan dalam banyak kasus itu adalah gaya yang sangat baik, sangat tepat dan langsung memacu motor sampai batas ketika sudah nyaman. Sekarang dia tidak merasakannya. Ia sudah mencoba, tapi itulah mengapa dia jatuh tiga kali (di Jerman)," tutupnya.
(bbk)