Cerita Del Potro Soal Jari Patah dan Maradona di Final Piala Davis
A
A
A
ZAGREB - Argentina sukses menangkan final Piala Davis 2016 setelah mengalahkan Kroasia dengan agregat 3-2. Partai yang paling dramatis jelas terjadi ketika laga nomor tunggal antara Juan Martin Del Potro berhadapan dengan Marin Cilic berlangsung.
Dalam pertandingan yang berlangsung di Arena Zagreb, Zagreb, Kroasia, Minggu (27/11/2016), Argentina, berambisi perpanjang nafasnya di final. Sebelumnya di hari pertama dan kedua, Jumat dan Sabtu (25-26 November), Kroasia berhasil unggul sementara 2-1.
Namun comeback gemilang Argentina terjadi di hari ketiga. Dan, kebangkitan La Legion (julukan Tim Davis Argentina) berawal berkat kemenangan Del Potro atas Cilic.
Dalam pertandingan tersebut, Cilic sempat memimpin dua set dengan kemenangan 7-6(7-4), 6-2. Namun, Del Potro secara gemilang membalik keadaan setelah menyapu bersih tiga set selanjutnya dengan kemenangan 7-5, 6-4, 6-3. Argentina pun mengimbangi Kroasia jadi 2-2.
Kemenangan Argentina akhirnya dipastikan Federico Dalbonis. Petenis berusia 26 tahun mengalahkan Ivo Karlovic tiga set langsung 6-3, 6-4, 6-2 sehingga negaranya berbalik memimpin jadi 3-2 dan keluar sebagai pemenang. (Baca Juga: Argentina Juara Piala Davis)
Setelah pertandingan, ada satu rahasia yang diungkap Del Potro. Petenis yang sempat berjuang melawan cedera selama dua tahun terakhir, mengaku bermain dengan jari kelingking tangan kirinya.
"Saya mematahkan jari saya di set kelima. Tapi itu tidak penting, ini cuma soal kemenangan. Ini adalah soal Piala Davis," ucapnya seperti dikutip Tennis World USA, Senin (28/11/2016).
Menurut petenis yang akrab disapa Delpo, dirinya nyaris frustrasi saat tertinggal dua set atas Cilic. Namun ia bisa membaca gelagat lawan yang mulai kelelahan dan memanfaatkannya untuk bangkit dan mengejar ketertinggalan.
"Pertandingan praktis berada di genggaman Cilic sebab saya tidak bisa mengalahkannya dengan pukulan backhand. Di set ketiga, pertandingan mulai berbalik dan dia tampak kelelahan. Saya bermain lebih baik dengan menciptakan berbagai alur serangan," sambungnya.
"Orang-orang mulai memberi dukungan dan itu membantu saya jadi lebih rileks. Saya bisa manfaatkan peluang yang ada. Itu adalah pertandingan paling emosional, selamanya saya akan kenang. Maradona dapat raket saya dan dia bertanya mengapa saya tidak bermain tenis selamanya?" tutup petenis berusia 28 tahun itu.
Dalam pertandingan yang berlangsung di Arena Zagreb, Zagreb, Kroasia, Minggu (27/11/2016), Argentina, berambisi perpanjang nafasnya di final. Sebelumnya di hari pertama dan kedua, Jumat dan Sabtu (25-26 November), Kroasia berhasil unggul sementara 2-1.
Namun comeback gemilang Argentina terjadi di hari ketiga. Dan, kebangkitan La Legion (julukan Tim Davis Argentina) berawal berkat kemenangan Del Potro atas Cilic.
Dalam pertandingan tersebut, Cilic sempat memimpin dua set dengan kemenangan 7-6(7-4), 6-2. Namun, Del Potro secara gemilang membalik keadaan setelah menyapu bersih tiga set selanjutnya dengan kemenangan 7-5, 6-4, 6-3. Argentina pun mengimbangi Kroasia jadi 2-2.
Kemenangan Argentina akhirnya dipastikan Federico Dalbonis. Petenis berusia 26 tahun mengalahkan Ivo Karlovic tiga set langsung 6-3, 6-4, 6-2 sehingga negaranya berbalik memimpin jadi 3-2 dan keluar sebagai pemenang. (Baca Juga: Argentina Juara Piala Davis)
Setelah pertandingan, ada satu rahasia yang diungkap Del Potro. Petenis yang sempat berjuang melawan cedera selama dua tahun terakhir, mengaku bermain dengan jari kelingking tangan kirinya.
"Saya mematahkan jari saya di set kelima. Tapi itu tidak penting, ini cuma soal kemenangan. Ini adalah soal Piala Davis," ucapnya seperti dikutip Tennis World USA, Senin (28/11/2016).
Menurut petenis yang akrab disapa Delpo, dirinya nyaris frustrasi saat tertinggal dua set atas Cilic. Namun ia bisa membaca gelagat lawan yang mulai kelelahan dan memanfaatkannya untuk bangkit dan mengejar ketertinggalan.
"Pertandingan praktis berada di genggaman Cilic sebab saya tidak bisa mengalahkannya dengan pukulan backhand. Di set ketiga, pertandingan mulai berbalik dan dia tampak kelelahan. Saya bermain lebih baik dengan menciptakan berbagai alur serangan," sambungnya.
"Orang-orang mulai memberi dukungan dan itu membantu saya jadi lebih rileks. Saya bisa manfaatkan peluang yang ada. Itu adalah pertandingan paling emosional, selamanya saya akan kenang. Maradona dapat raket saya dan dia bertanya mengapa saya tidak bermain tenis selamanya?" tutup petenis berusia 28 tahun itu.
(mir)