Tak Seperti Rossi, Vinales dan Lorenzo Enggak Sabaran dan Suka Frustasi
A
A
A
SACHSENRING - Tim Yamaha Factory Racing pada putaran pertama MotoGP 2017 masih belum konstan. Meskipun telah terbukti secara fundamental kuat, namun justru di sejumlah lomba mereka berada dalam krisis.
Tengok saja yang terjadi di MotoGP Jerez dan Catalunya. Masalah ban sering dikatakan oleh kedua pembalap tim dari Iwata tersebut, baik oleh Maverick Vinales maupun Valentino Rossi. Dan pada penutup putaran pertama musim ini di sirkuit Sachsenring, Jerman, akhir pekan lalu. Tim garputala memperlihatkan kesulitan mereka saat lintasan basah diguyur hujan.
Untung bagi mereka, lomba MotoGP Jerman 2017 di Sachsenring berlangsung di lintasan kering. Sebuah kondisi yang ikut mendukung Maverick Vinales mampu finis keempat dari posisi start ke-11. Juga membantu Rossi finis kelima dari posisi sembilan kala mengawali balapan.
Atas cuaca kering tersebut pula, meski tak dapat dipercaya. Jonas Folger sebagai salah satu pembalap tim satelit Yamaha Tech 3, mampu finis di urutan kedua, tidak jauh dari pemenang lomba, Marc Marquez.
Itu merupakan kemenangan kedua Marquez di MotoGP 2017 dan yang ketiga bagi tim Repsol Honda. Namun akibatnya, Marquez sebagai juara dunia bertahan, kembali ke pucuk klasemen sementara pembalap dengan nilai 129. Berturut-turut dibawahnya ada Vinales (124), Andrea Dovizioso (123), Rossi (119), serta Dani Pedrosa (103) melengkapi lima besar.
Terkait evaluasi putaran pertama MotoGP 2017. Manajer tim Yamaha Factory Racing, Lin Jarvis, membuat pernyataan awal kepada surat kabar Spanyol, Marca, tentang Vinales. Karena ini merupakan debut pembalap 22 tahun itu bersama tim.
“Jelas, saya pikir ini adalah bagian pertama musim yang bagus. Memang, Maverick sangat kuat, sangat cepat dalam semua tes, dan memenangkan balapan pertama ketika ada banyak tekanan dan harapan yang menyertainya. Dia merespon dengan sangat baik, memenangkan tiga balapan sejauh ini,” beber Lin Jarvis.
Jarvis lantas menjelaskan evaluasi lainnya terhadap pembalap yang benar-benar yang diinginkan tim Yamaha itu sebagai pengganti Jorge Lorenzo yang hijrah ke Ducati. Tetapi memang, tidak semua bunga harum, ada juga yang berbau tidak enak.
“Dia (Vinales) memiliki tingkat pasang-surut dan juga untuk performa motor kami di beberapa sirkuit. Sebenarnya di beberapa trek, kami mengharapkan untuk menjadi sangat kuat. Namun pada akhirnya tidak begitu,” ulas Jarvis.
“Sejumlah permasalahan khusus mungkin telah mengganggu jalan motor dan para pembalap kami (Rossi serta Vinales). Saat Vinales beraksi di lintasan, tiba-tiba segalanya berubah. Hal itu membuatnya kesal, meski pada akhirnya Yamaha memenangkan empat balapan dari sembilan seri pada putaran pertama musim ini,” imbuhnya.
Menurut Jarvis, tim pabrikan Yamaha kini harus mengerti, mengapa kadang-kadang motor YZR-M1 2016 dari Tech 3 yang dipacu Jonas Folger dan Johann Zarco malah semakin kuat ketimbang edisi 2017.
Di libur musim panas ini, ada jeda panjang untuk menganalisis semuanya. Walau begitu, Jarvis tetap percaya terhadap Vinales dan masa depannya.
“Dia dalam kondisi bagus, lapar gelar, termotivasi, dengan kepercayaan diri yang cukup buat melalui putaran kedua musim ini. Saya pikir kami akan bagus di Brno, sedang di Austria mungkin lebih sulit. Itu adalah tanah Ducati, tapi sirkuit yang bagus akan datang, seperti Silverstone, Misano, dan lain-lain,” ungkap Jarvis.
Adapun sudah pasti bila Vinales takkan bisa menghindari perbandingan dengan pembalap yang ia gantikan, Lorenzo. Apalagi Lorenzo meninggalkan Yamaha dalam balutan prestasi oke, tiga kali juara dunia kelas bergengsi.
Meski ada tekanan besar, Vinales mampu menepisnya. Jarvis pun ditanya perbandingan antara keduanya: “Orang dengan orang lain adalah sangat berbeda. Tetapi mereka memiliki kesamaan pula.”
“Salah satu pembalap punya keinginan kuat untuk sukses. Sedangkan pembalap yang kedua memiliki bakat alami. Saya tidak ragu bahwa Maverick akan menjadi lebih dari sekedar juara dunia,” ujar Jarvis memuji Vinales.
Apakah ada kesamaan lain yang dimiliki oleh Vinales dan Lorenzo?
“Ketidaksabaran mereka yang luar biasa, yang mana itu bisa menjadi frustasi. Kami telah melihatnya akhir-akhir ini. Ketika hal-hal berjalan tidak sesuai rencana, di sana muncul frustasi.”
“Bagi saya sebagai pimpinan tim, itu hal yang baik. Karena jika tidak frustasi, para pembalap kami malah akan senang jika tidak memenangkan balapan.”
“Maverick adalah orang yang ingin menang. Dan dia ingin melakukannya saat ini, hari ini, dan besok, lagi. Keduanya (Vinales dan Lorenzo) sama-sama memiliki persamaan itu. Di sisi lain, banyak hal yang berbeda dari mereka. Karena setiap orang juga mempunyai kelemahan.”
Tengok saja yang terjadi di MotoGP Jerez dan Catalunya. Masalah ban sering dikatakan oleh kedua pembalap tim dari Iwata tersebut, baik oleh Maverick Vinales maupun Valentino Rossi. Dan pada penutup putaran pertama musim ini di sirkuit Sachsenring, Jerman, akhir pekan lalu. Tim garputala memperlihatkan kesulitan mereka saat lintasan basah diguyur hujan.
Untung bagi mereka, lomba MotoGP Jerman 2017 di Sachsenring berlangsung di lintasan kering. Sebuah kondisi yang ikut mendukung Maverick Vinales mampu finis keempat dari posisi start ke-11. Juga membantu Rossi finis kelima dari posisi sembilan kala mengawali balapan.
Atas cuaca kering tersebut pula, meski tak dapat dipercaya. Jonas Folger sebagai salah satu pembalap tim satelit Yamaha Tech 3, mampu finis di urutan kedua, tidak jauh dari pemenang lomba, Marc Marquez.
Itu merupakan kemenangan kedua Marquez di MotoGP 2017 dan yang ketiga bagi tim Repsol Honda. Namun akibatnya, Marquez sebagai juara dunia bertahan, kembali ke pucuk klasemen sementara pembalap dengan nilai 129. Berturut-turut dibawahnya ada Vinales (124), Andrea Dovizioso (123), Rossi (119), serta Dani Pedrosa (103) melengkapi lima besar.
Terkait evaluasi putaran pertama MotoGP 2017. Manajer tim Yamaha Factory Racing, Lin Jarvis, membuat pernyataan awal kepada surat kabar Spanyol, Marca, tentang Vinales. Karena ini merupakan debut pembalap 22 tahun itu bersama tim.
“Jelas, saya pikir ini adalah bagian pertama musim yang bagus. Memang, Maverick sangat kuat, sangat cepat dalam semua tes, dan memenangkan balapan pertama ketika ada banyak tekanan dan harapan yang menyertainya. Dia merespon dengan sangat baik, memenangkan tiga balapan sejauh ini,” beber Lin Jarvis.
Jarvis lantas menjelaskan evaluasi lainnya terhadap pembalap yang benar-benar yang diinginkan tim Yamaha itu sebagai pengganti Jorge Lorenzo yang hijrah ke Ducati. Tetapi memang, tidak semua bunga harum, ada juga yang berbau tidak enak.
“Dia (Vinales) memiliki tingkat pasang-surut dan juga untuk performa motor kami di beberapa sirkuit. Sebenarnya di beberapa trek, kami mengharapkan untuk menjadi sangat kuat. Namun pada akhirnya tidak begitu,” ulas Jarvis.
“Sejumlah permasalahan khusus mungkin telah mengganggu jalan motor dan para pembalap kami (Rossi serta Vinales). Saat Vinales beraksi di lintasan, tiba-tiba segalanya berubah. Hal itu membuatnya kesal, meski pada akhirnya Yamaha memenangkan empat balapan dari sembilan seri pada putaran pertama musim ini,” imbuhnya.
Menurut Jarvis, tim pabrikan Yamaha kini harus mengerti, mengapa kadang-kadang motor YZR-M1 2016 dari Tech 3 yang dipacu Jonas Folger dan Johann Zarco malah semakin kuat ketimbang edisi 2017.
Di libur musim panas ini, ada jeda panjang untuk menganalisis semuanya. Walau begitu, Jarvis tetap percaya terhadap Vinales dan masa depannya.
“Dia dalam kondisi bagus, lapar gelar, termotivasi, dengan kepercayaan diri yang cukup buat melalui putaran kedua musim ini. Saya pikir kami akan bagus di Brno, sedang di Austria mungkin lebih sulit. Itu adalah tanah Ducati, tapi sirkuit yang bagus akan datang, seperti Silverstone, Misano, dan lain-lain,” ungkap Jarvis.
Adapun sudah pasti bila Vinales takkan bisa menghindari perbandingan dengan pembalap yang ia gantikan, Lorenzo. Apalagi Lorenzo meninggalkan Yamaha dalam balutan prestasi oke, tiga kali juara dunia kelas bergengsi.
Meski ada tekanan besar, Vinales mampu menepisnya. Jarvis pun ditanya perbandingan antara keduanya: “Orang dengan orang lain adalah sangat berbeda. Tetapi mereka memiliki kesamaan pula.”
“Salah satu pembalap punya keinginan kuat untuk sukses. Sedangkan pembalap yang kedua memiliki bakat alami. Saya tidak ragu bahwa Maverick akan menjadi lebih dari sekedar juara dunia,” ujar Jarvis memuji Vinales.
Apakah ada kesamaan lain yang dimiliki oleh Vinales dan Lorenzo?
“Ketidaksabaran mereka yang luar biasa, yang mana itu bisa menjadi frustasi. Kami telah melihatnya akhir-akhir ini. Ketika hal-hal berjalan tidak sesuai rencana, di sana muncul frustasi.”
“Bagi saya sebagai pimpinan tim, itu hal yang baik. Karena jika tidak frustasi, para pembalap kami malah akan senang jika tidak memenangkan balapan.”
“Maverick adalah orang yang ingin menang. Dan dia ingin melakukannya saat ini, hari ini, dan besok, lagi. Keduanya (Vinales dan Lorenzo) sama-sama memiliki persamaan itu. Di sisi lain, banyak hal yang berbeda dari mereka. Karena setiap orang juga mempunyai kelemahan.”
(sbn)