Timnas Inggris Menang Adu Penalti, Kuncinya Ketenangan
A
A
A
MOSKOW - Bukan suatu kebetulan Inggris bisa melaju ke babak perempat final Piala Dunia 2018. Regenerasi yang mulai berjalan serta perkembangan psikologis para pemain muda membuat The Three Lions menemukan kembali kekuatan yang sempat hilang. Piala Dunia 2018 menjadi pembuktian skuad Inggris. Diprediksi akan bernasib sial seperti Piala Dunia sebelumnya, Pasukan Tiga Singa ternyata mampu menyingkirkan Kolombia di babak 16 besar.
Sempat dibuat berdebar-debar karena setelah 120 menit laga berakhir imbang 1-1, Inggris bisa memenangi adu penalti 4-3 di Otkrytiye Arena, Rabu (4/7). Pasukan Gareth Southgate harus melewati momen menegangkan itu karena gol Harry Kane dari titik putih pada menit ke- 57 bisa dibalas Yerry Mina saat injury time.
Lolosnya Inggris keperempat final cukup mengejutkan. Sebab ini pertama kalinya mereka memenangi adu penalti di Piala Dunia. Sebelum ini terakhir kali Inggris bisa melewati adu penalti dengan selamat saat perempat final Piala Eropa 1996. “Ini sungguh fantastis.
Saya rasa kami layak mendapatkannya. Kami semakin cerdas,” ucap Southgate dikutip Reuters . Apa yang digapai Inggris se jauh ini bukan kebetulan. Ini bisa terjadi karena para pemain mulai bertanding dengan tenang di kancah internasional. Mereka tidak lagi sibuk memikirkan tekanan dari fans.
Kematangan mental pemain Inggris terlihat sejak awal. Mereka mampu meraih dua kemenangan beruntun di penyisihan Grup G. Selanjutnya mereka juga bisa merepotkan Belgia walau akhirnya kalah 0-1. Namun, perlu diingat, ketika jumpa Eden Hazard dkk, Inggris memarkir sejumlah pemain pilarnya.
Darah muda yang dibawa Southgate ke Rusia juga tanpa diduga bisa memenuhi ekspektasi. John Stones dan Jesse Lingard yang berusia 25 tahun ke bawah mampu mencetak gol saat penyisihan. Lalu Marcus Rashford (20 tahun) dan Eric Dier (24 tahun) tampil bagus saat adu penalti.
Perkembangan itu menjadi oase bagi Inggris selama ini selalu jatuh bangun dalam mengejar impiannya. Bahkan, mereka tidak mampu menembus babak penyisihan grup saat Piala Dunia 2014. Kala itu mereka jadi juru kun ci Grup D dengan satu poin di belakang Italia, Uruguay, dan Kosta Rika, yang sekaligus menjadi rekor terburuk sejak 1958.
Kehadiran Pelatih Fabio Capello hingga Sam Allardyce juga tidak mampu membangkitkan potensi generasi muda pemain Inggris. Itu karena gaya permainan Inggris mudah terbaca lawan yang memiliki wakil di Liga Primer.
Ya, Liga Primer memang didominasi pemain asing, yakni mencapai 69,2%. Capello yang berasal dari Italia pernah mencoba menerapkan permainan gaya Ero pa, perpaduan antara Inggris, Italia, dan Spanyol. Namun, hasilnya kurang memuaskan.
Taktik mantan pelatih Roy Hodgson juga membuat Inggris tampil lambat, meski para pemainnya terlihat cepat dan efektif di Liga Primer. Artinya sukses me laju perempat final Piala Dunia 2018 menunjukkan Inggris mulai berubah.
Di ba wah pembinaan South gate, Inggris tampil sangat agresif dan intens layaknya klub terbaik di Liga Primer. Faktanya, sebanyak 23 skuad Inggris yang hadir di Negeri Beruang Merah tersusun dari klub besar Liga Primer mulai dari Man ches ter United hingga Arsenal.
Didukung pemain berkecepatan tinggi, Inggris mem bantai Panama 6-1 pada babak penyisihan. Hasil itu menunjukkan kemampuan Southgate dalam memaksimalkan kekuatan Inggris.
Sempat dibuat berdebar-debar karena setelah 120 menit laga berakhir imbang 1-1, Inggris bisa memenangi adu penalti 4-3 di Otkrytiye Arena, Rabu (4/7). Pasukan Gareth Southgate harus melewati momen menegangkan itu karena gol Harry Kane dari titik putih pada menit ke- 57 bisa dibalas Yerry Mina saat injury time.
Lolosnya Inggris keperempat final cukup mengejutkan. Sebab ini pertama kalinya mereka memenangi adu penalti di Piala Dunia. Sebelum ini terakhir kali Inggris bisa melewati adu penalti dengan selamat saat perempat final Piala Eropa 1996. “Ini sungguh fantastis.
Saya rasa kami layak mendapatkannya. Kami semakin cerdas,” ucap Southgate dikutip Reuters . Apa yang digapai Inggris se jauh ini bukan kebetulan. Ini bisa terjadi karena para pemain mulai bertanding dengan tenang di kancah internasional. Mereka tidak lagi sibuk memikirkan tekanan dari fans.
Kematangan mental pemain Inggris terlihat sejak awal. Mereka mampu meraih dua kemenangan beruntun di penyisihan Grup G. Selanjutnya mereka juga bisa merepotkan Belgia walau akhirnya kalah 0-1. Namun, perlu diingat, ketika jumpa Eden Hazard dkk, Inggris memarkir sejumlah pemain pilarnya.
Darah muda yang dibawa Southgate ke Rusia juga tanpa diduga bisa memenuhi ekspektasi. John Stones dan Jesse Lingard yang berusia 25 tahun ke bawah mampu mencetak gol saat penyisihan. Lalu Marcus Rashford (20 tahun) dan Eric Dier (24 tahun) tampil bagus saat adu penalti.
Perkembangan itu menjadi oase bagi Inggris selama ini selalu jatuh bangun dalam mengejar impiannya. Bahkan, mereka tidak mampu menembus babak penyisihan grup saat Piala Dunia 2014. Kala itu mereka jadi juru kun ci Grup D dengan satu poin di belakang Italia, Uruguay, dan Kosta Rika, yang sekaligus menjadi rekor terburuk sejak 1958.
Kehadiran Pelatih Fabio Capello hingga Sam Allardyce juga tidak mampu membangkitkan potensi generasi muda pemain Inggris. Itu karena gaya permainan Inggris mudah terbaca lawan yang memiliki wakil di Liga Primer.
Ya, Liga Primer memang didominasi pemain asing, yakni mencapai 69,2%. Capello yang berasal dari Italia pernah mencoba menerapkan permainan gaya Ero pa, perpaduan antara Inggris, Italia, dan Spanyol. Namun, hasilnya kurang memuaskan.
Taktik mantan pelatih Roy Hodgson juga membuat Inggris tampil lambat, meski para pemainnya terlihat cepat dan efektif di Liga Primer. Artinya sukses me laju perempat final Piala Dunia 2018 menunjukkan Inggris mulai berubah.
Di ba wah pembinaan South gate, Inggris tampil sangat agresif dan intens layaknya klub terbaik di Liga Primer. Faktanya, sebanyak 23 skuad Inggris yang hadir di Negeri Beruang Merah tersusun dari klub besar Liga Primer mulai dari Man ches ter United hingga Arsenal.
Didukung pemain berkecepatan tinggi, Inggris mem bantai Panama 6-1 pada babak penyisihan. Hasil itu menunjukkan kemampuan Southgate dalam memaksimalkan kekuatan Inggris.
(don)