Jadi Petenis Top, Ternyata Federer Enggak Suka Tenis
A
A
A
NYON - Buat publik tenis dunia, nama Roger Federer indentik dengan juara grand slam. Maklum sepanjang kariernya, Federer sukses meraih 20 gelar serial turnamen bergengsi sejak 2003. Tapi siapa sangka kalau sebenarnya Federer tidak menyukai olahraga tenis di awal kariernya.
Petenis berpaspor Swiss itu mengawali karier profesionalnya pada 1998. Tak perlu waktu lama buat Federer untuk angkat trofi. Di usia 17 tahun, Federer telah mampu menjadi juara di Wimbledon junior.
Sejak saat itu kiprahnya terus menanjak. Tapi dalam sebuah wawancara dengan Tennis World USA, Federer mengungkapkan rahasia yang selama ini tak banyak diketahui orang.
Federer membeberkan jika sebenarnya ia sulit mendapatkan fokus dalam pertandingan. "Banyak orang meminta saya untuk tetap rileks dan konsentrasi pada permainan. Urusan poin belakangan. Tapi saya tetap tidak bisa melakukannya," katanya.
"Karena sebenarnya saya sangat menyukai permainan ini, dan berfikir saya harus berusaha
semaksimal mungkin. Dan akhirnya ada saat di mana saya berkata pada diri sendiri, 'Sekarang saatnya untuk berubah'".
Perlahan Federer mampu mengubah sikapnya. Ia pun mencoba berpikir positif, sebab ia tak mau tenaganya terbuang hanya untuk memikirkan kekalahan dan kekecewaan.
"Tetapi itu tidak terjadi begitu saja. Butuh waktu sekitar satu tahun untuk benar-benar mendapatkan semangat itu kembali karena aku terlalu tenang. Itu merupakan masa-masa sulit karena pada saat itu aku merasa tidak bisa menikmati tenis. Namun saya senang semangat saya telah kembali pada waktu yang tepat."
Banyak pengamat hingga kini masih mencatat permainan ciami Federer pada debutnya.
Debut petenis peraih 20 Glam Slam sepanjang sejarah tersebut patut di acungi jempol. Federer sangat piawai mengantisipasi serangan lawan. Ia seakan tahu di mana bola akan menghampirinya.
“Saya tidak mempelajari di mana persis lawan akan bergerak, yakni para pemain saat ini, saya memiliki perasaan bahwa mereka hanya bisa menggerakkan pergelangan tangan dan bola akan pergi ke arah lain."
"Saya pikir mungkin Anda tahu di mana mereka akan menangkis pukulan, sehingga Anda bisa mengantisipasi hal itu. Tetapi Anda bisa saja salah. Tapi aku pikir aku bisa merasakan ke mana bola itu akan pergi, saya rasa itu adalah hal yang bisa dilakukan dengan baik."
Ayah dari empat anak itu juga menambahkan,"Saya juga menggabungkan beberapa teknik berbeda, seperti spins, slice atau topsins, dan tidak menggunakannya dua kali berturut-turut. Saya pikir itulah yang membuat lawan sulit menjaga ritme permainannya. Tapi tetap saja, sesuatu bisa saja berubah dengan cepat."
Petenis berpaspor Swiss itu mengawali karier profesionalnya pada 1998. Tak perlu waktu lama buat Federer untuk angkat trofi. Di usia 17 tahun, Federer telah mampu menjadi juara di Wimbledon junior.
Sejak saat itu kiprahnya terus menanjak. Tapi dalam sebuah wawancara dengan Tennis World USA, Federer mengungkapkan rahasia yang selama ini tak banyak diketahui orang.
Federer membeberkan jika sebenarnya ia sulit mendapatkan fokus dalam pertandingan. "Banyak orang meminta saya untuk tetap rileks dan konsentrasi pada permainan. Urusan poin belakangan. Tapi saya tetap tidak bisa melakukannya," katanya.
"Karena sebenarnya saya sangat menyukai permainan ini, dan berfikir saya harus berusaha
semaksimal mungkin. Dan akhirnya ada saat di mana saya berkata pada diri sendiri, 'Sekarang saatnya untuk berubah'".
Perlahan Federer mampu mengubah sikapnya. Ia pun mencoba berpikir positif, sebab ia tak mau tenaganya terbuang hanya untuk memikirkan kekalahan dan kekecewaan.
"Tetapi itu tidak terjadi begitu saja. Butuh waktu sekitar satu tahun untuk benar-benar mendapatkan semangat itu kembali karena aku terlalu tenang. Itu merupakan masa-masa sulit karena pada saat itu aku merasa tidak bisa menikmati tenis. Namun saya senang semangat saya telah kembali pada waktu yang tepat."
Banyak pengamat hingga kini masih mencatat permainan ciami Federer pada debutnya.
Debut petenis peraih 20 Glam Slam sepanjang sejarah tersebut patut di acungi jempol. Federer sangat piawai mengantisipasi serangan lawan. Ia seakan tahu di mana bola akan menghampirinya.
“Saya tidak mempelajari di mana persis lawan akan bergerak, yakni para pemain saat ini, saya memiliki perasaan bahwa mereka hanya bisa menggerakkan pergelangan tangan dan bola akan pergi ke arah lain."
"Saya pikir mungkin Anda tahu di mana mereka akan menangkis pukulan, sehingga Anda bisa mengantisipasi hal itu. Tetapi Anda bisa saja salah. Tapi aku pikir aku bisa merasakan ke mana bola itu akan pergi, saya rasa itu adalah hal yang bisa dilakukan dengan baik."
Ayah dari empat anak itu juga menambahkan,"Saya juga menggabungkan beberapa teknik berbeda, seperti spins, slice atau topsins, dan tidak menggunakannya dua kali berturut-turut. Saya pikir itulah yang membuat lawan sulit menjaga ritme permainannya. Tapi tetap saja, sesuatu bisa saja berubah dengan cepat."
(bbk)