Transparansi Alih Manajemen, Kunci Pulihkan Kejayaan Persis Solo
A
A
A
JAKARTA - Di era keterbukaan, pengelolaan klub sepak bola, terlebih seperti Persis Solo yang sudah mengakar dan identik dengan masyarakat Surakarta, sudah sewajarnya ditangani lebih transparan dan profesional.
Pemilik klub Persis Solo harus punya orientasi hasil jangka panjang, baik dalam segi prestasi dan manajemen klub demi memuaskan shareholder, seperti klub anggota yang berjumlah 26 klub, fans fanatik, sponsor, pemangku wilayah dan pengelola Stadion Manahan, Solo.
Hal itu ditekankan pengamat olahraga, Fritzs Simandjuntak di Jakarta, Selasa (23/10/2019) terkait dengan problem yang dialami Persis Solo, salah satu klub tertua di Indonesia yang lahir pada tahun 1923.
Meski sejak 2015 klub tersebut sudah berbadan hukum dengan nama PT Persis Solo Saestu (PT PSS), dan pada tahun 2016 juga telah menggandeng PT Syahdana Property Nusantara (PT SPN) sebagai investor, namun Persis Solo belum juga bangkit dari keterpurukan prestasi. Juara perserikatan tujuh kali itu harus puas bermain di Liga 2 dan belum bisa promosi ke Liga 1.
"Di era terbuka seperti sekarang ini, dimana informasi bisa diakses siapa saja serta indikator keberhasilan dalam pengelolaan klub sepak bola bisa diukur dari berbagai faktor, seperti prestasi, kualitas pemain atau pelatih yang dikontrak, serta track record pemilik atau manajemen klub, maka klub sepak bola harus transparasi dalam pengelolaannya. Jika tidak, maka yang muncul adalah ketidakpercayaan, hilangnya dukungan, dan akhirnya, penolakan atau boikot terhadap klub tersebut," bebernya.
Problem yang tengah menimpa Persis Solo bermula dari pelepasan 70% saham dari total 90% saham yang dimiliki oleh SHW di PT PSS kepada Vijaya Fitriasa tanpa melalui mekanisme RUPS.
Artinya akuisisi tersebut dinilai tidak sah dan secara cacat hukum sebab dilakukan tanpa melibatkan Her Suprabu sebagai perwakilan dari Masyarakat Solo dan 26 Klub Internal Persis yang memiliki saham di situ.
"Saya menyarankan agar manajemen Persis Solo lebih terbuka dan transparan dalam menjelaskan apa yang terjadi dan rencana jangka panjang klub tersebut. Termasuk soal akuisisi yang menjadi problem tersebut. Transparansi harus diambil klub tersebut, karena hal itu bisa pula mengundang investor-investor lain yang memang ingin serius membangun Persis Solo," ujar Fritzs.
Pemilik klub Persis Solo harus punya orientasi hasil jangka panjang, baik dalam segi prestasi dan manajemen klub demi memuaskan shareholder, seperti klub anggota yang berjumlah 26 klub, fans fanatik, sponsor, pemangku wilayah dan pengelola Stadion Manahan, Solo.
Hal itu ditekankan pengamat olahraga, Fritzs Simandjuntak di Jakarta, Selasa (23/10/2019) terkait dengan problem yang dialami Persis Solo, salah satu klub tertua di Indonesia yang lahir pada tahun 1923.
Meski sejak 2015 klub tersebut sudah berbadan hukum dengan nama PT Persis Solo Saestu (PT PSS), dan pada tahun 2016 juga telah menggandeng PT Syahdana Property Nusantara (PT SPN) sebagai investor, namun Persis Solo belum juga bangkit dari keterpurukan prestasi. Juara perserikatan tujuh kali itu harus puas bermain di Liga 2 dan belum bisa promosi ke Liga 1.
"Di era terbuka seperti sekarang ini, dimana informasi bisa diakses siapa saja serta indikator keberhasilan dalam pengelolaan klub sepak bola bisa diukur dari berbagai faktor, seperti prestasi, kualitas pemain atau pelatih yang dikontrak, serta track record pemilik atau manajemen klub, maka klub sepak bola harus transparasi dalam pengelolaannya. Jika tidak, maka yang muncul adalah ketidakpercayaan, hilangnya dukungan, dan akhirnya, penolakan atau boikot terhadap klub tersebut," bebernya.
Problem yang tengah menimpa Persis Solo bermula dari pelepasan 70% saham dari total 90% saham yang dimiliki oleh SHW di PT PSS kepada Vijaya Fitriasa tanpa melalui mekanisme RUPS.
Artinya akuisisi tersebut dinilai tidak sah dan secara cacat hukum sebab dilakukan tanpa melibatkan Her Suprabu sebagai perwakilan dari Masyarakat Solo dan 26 Klub Internal Persis yang memiliki saham di situ.
"Saya menyarankan agar manajemen Persis Solo lebih terbuka dan transparan dalam menjelaskan apa yang terjadi dan rencana jangka panjang klub tersebut. Termasuk soal akuisisi yang menjadi problem tersebut. Transparansi harus diambil klub tersebut, karena hal itu bisa pula mengundang investor-investor lain yang memang ingin serius membangun Persis Solo," ujar Fritzs.
(mir)