Curtis Jones dan Kisah Scouse Pemain Asli Liverpool
A
A
A
LIVERPOOL - Nama Curtis Jones melambung setelah mencetak gol tunggal dalam kemenangan Liverpool atas Everton di ajang Piala FA. Pelatih Juergen Klopp menyebutnya dengan sebutan Scouse. Tetapi apa makna sebenarnya?
Curtis Jones, 18 tahun, menjadi penentu kemenangan Liverpool atas rival sekota di Stadion Anfield, Senin (6/1/2020). Berkat gol cantiknya di babak kedua, Si Merah meraih tiket putaran keempat Piala FA 2019/2020.
Di usia 18 tahun 340 hari, Jones menjadi pencetak gol termuda kedua dalam sejarah klub. Tak heran Juergen Klopp memuji penampilan Jones habis-habisan begitu pertandingan selesai.
"Itu adalah pertandingan yang sensasional dan gol yang sensasional dari seorang Scouser. Siapa yang bisa meminta lebih banyak?" kata Klopp dikutip laman resmi klub.
Apa persisnya yang dimaksud Klopp sebagai Scouser ketika menggambarkan sosok Jones? Menurut John Williams, penulis buku-buku Liverpool, Scouser berasal dari kata Scouse yang lazim digunakan untuk menyebut penduduk asli kota tersebut. Salah satu cirinya, mereka memiliki aksen yang berbeda dari orang Inggris lain.
Sebagai kota pelabuhan, Liverpool adalah tempat bermukim imigran sekaligus tempat menampung para pendatang. Williams, dalam bukunya berjudul Red Men (Mainstream Publishing, Edinburgh, 2010), menyebut penduduk kota Liverpool mendapat pengaruh besar dari Irlandia dan Amerika Serikat -ketimbang dari Inggris dan Eropa.
Pengaruh tersebut membuat penduduk asli semakin terkikis -baik dalam hal jumlah maupun tatanan sosialnya. Dalam sepak bola, Liverpool FC yang notabene klub raksasa di Eropa akhirnya semakin sulit menemukan pemain lokal yang mampu membintangi klub.
Kemunculan Curtis Jones membuat pendukung (penduduk asli) Liverpool kegirangan. Bukan hanya disebabkan oleh kemenangan, melainkan lebih kepada lahirnya pemain-pemain lokal yang berpotensi membintangi klub. Sosok seperti itu terakhir kali muncul di era Robbie Fowler, Steven Gerrard, dan Jamie Carragher.
Di bawah tangan dingin Juergen Klopp, pemain Scouser kembali menghiasi skuat Liverpool. Sebut saja bek sayap Trent Alexander-Arnold yang belakangan ini tampil cemerlang dan disebut-sebut sebagai salah satu bek terbaik dunia.
"Menjadi pemain muda dan membela klub lokal yang saya cintai merupakan sesuatu yang sangat bertarti," kata Jones dikutip Liverpoolfc.com.
Mundur ke belakang, ketika Liverpool menghadapi Borussia Dortmund di babak perempat final Liga Europa 2016, suporter fanatik The Reds membentangkan spanduk bertuliskan We are not English, We are Scousers di tribun selatan, di belakang gawang Liverpool. Pada saat itu The Reds berasil mengalahkan Dortmund secara dramatis, dan bek asal Prancis Mamadou Sakho, menyebutnya sebagai "kemenangan untuk bangsa Liverpool,"
Curtis Jones, 18 tahun, menjadi penentu kemenangan Liverpool atas rival sekota di Stadion Anfield, Senin (6/1/2020). Berkat gol cantiknya di babak kedua, Si Merah meraih tiket putaran keempat Piala FA 2019/2020.
Di usia 18 tahun 340 hari, Jones menjadi pencetak gol termuda kedua dalam sejarah klub. Tak heran Juergen Klopp memuji penampilan Jones habis-habisan begitu pertandingan selesai.
"Itu adalah pertandingan yang sensasional dan gol yang sensasional dari seorang Scouser. Siapa yang bisa meminta lebih banyak?" kata Klopp dikutip laman resmi klub.
Apa persisnya yang dimaksud Klopp sebagai Scouser ketika menggambarkan sosok Jones? Menurut John Williams, penulis buku-buku Liverpool, Scouser berasal dari kata Scouse yang lazim digunakan untuk menyebut penduduk asli kota tersebut. Salah satu cirinya, mereka memiliki aksen yang berbeda dari orang Inggris lain.
Sebagai kota pelabuhan, Liverpool adalah tempat bermukim imigran sekaligus tempat menampung para pendatang. Williams, dalam bukunya berjudul Red Men (Mainstream Publishing, Edinburgh, 2010), menyebut penduduk kota Liverpool mendapat pengaruh besar dari Irlandia dan Amerika Serikat -ketimbang dari Inggris dan Eropa.
Pengaruh tersebut membuat penduduk asli semakin terkikis -baik dalam hal jumlah maupun tatanan sosialnya. Dalam sepak bola, Liverpool FC yang notabene klub raksasa di Eropa akhirnya semakin sulit menemukan pemain lokal yang mampu membintangi klub.
Kemunculan Curtis Jones membuat pendukung (penduduk asli) Liverpool kegirangan. Bukan hanya disebabkan oleh kemenangan, melainkan lebih kepada lahirnya pemain-pemain lokal yang berpotensi membintangi klub. Sosok seperti itu terakhir kali muncul di era Robbie Fowler, Steven Gerrard, dan Jamie Carragher.
Di bawah tangan dingin Juergen Klopp, pemain Scouser kembali menghiasi skuat Liverpool. Sebut saja bek sayap Trent Alexander-Arnold yang belakangan ini tampil cemerlang dan disebut-sebut sebagai salah satu bek terbaik dunia.
"Menjadi pemain muda dan membela klub lokal yang saya cintai merupakan sesuatu yang sangat bertarti," kata Jones dikutip Liverpoolfc.com.
Mundur ke belakang, ketika Liverpool menghadapi Borussia Dortmund di babak perempat final Liga Europa 2016, suporter fanatik The Reds membentangkan spanduk bertuliskan We are not English, We are Scousers di tribun selatan, di belakang gawang Liverpool. Pada saat itu The Reds berasil mengalahkan Dortmund secara dramatis, dan bek asal Prancis Mamadou Sakho, menyebutnya sebagai "kemenangan untuk bangsa Liverpool,"
(bbk)