Dampak Virus Corona, MU Kehilangan Pemasukan 116,4 Juta Poundsterling
A
A
A
LIVERPOOL - Memotong gaji pemain dan merumahkan staf nonpemain menjadi cara untuk mengurangi beban pengeluaran klub sepak bola. Saat pertandingan terhenti maka pendapatan dari bisnis olahraga ini juga menjadi terhenti.
Pada saat bersamaan, manajemen klub harus mengeluarkan anggaran untuk membiayai biaya operasional tim. Sementara pada saat bersamaan, nyawa keuangan klub berasal dari tiga hal: hak siar, sponsorship, dan tiket pertandingan.
Menurut laporan deloitte, hak siar memiliki kontribusi besar dengan persentase 59%. Sponsorship dan komersial berada di angka 27,1%, sedangkan tiket pertandingan berkisar 13,9%. Sekarang, saat pertandingan terhenti, pendapatan juga terhenti. Sementara semua operasional tetap berjalan seperti biasa.
Namun, tidak semua klub memilih skenario merumahkan staf nonpemain tersebut seperti Manchester City (Man City) atau Manchester United (MU). Hanya yang harus diingat, keputusan tak merumahkan staf bukan berarti klub tak mengalami kerugian. MU, misalnya. Berdasarkan data yang dirilis sportsmail, tim besutan Ole Gunnar Solskjaer tersebut diperkirakan kehilangan total pendapatan senilai 116,4 juta poundsterling, disusul Man City (109,3 juta poundsterling) dan Liverpool (102,6 juta poundsterling).
Sementara tim seperti Everton merugi 32,2 juta poundsterling, Crystal Palace (31,9 juta poundsterling), dan Brighton & Hoves Albions (23,9 juta poundsterling).
Meski angka-angka itu ilustratif, bukan definitif, dan sederetan hasil lainnya, baik atau buruk, tergantung pada situasi masing-masing klub. Tapi, hal tersebut menunjukkan bahwa staf nonpemain yang dikorbankan dan di saat bersamaan gaji rata-rata pemain Liga Primer sebesar 70.000 poundsterling jelas sebuah perbedaan mencolok.
Guna menghindari dampak besar terhadap klub, ada beberapa kemungkinan pemilik hak siar seperti SkyTV dapat menerima beberapa kerugian dan tidak menuntut bagian mereka dari 762 juta poundsterling. Tapi, tidak mungkin bagi klub untuk membuat keputusan atas dasar itu, terlebih belum ada kepastian kapan kompetisi dilanjutkan.
Para pemain Liga Primer secara signifikan mengungkapkan pada Sabtu (5/4) bahwa mereka telah diminta untuk mempertimbangkan pemotongan gaji atau penundaan selama 12 bulan. Skenario kasus terburuk tampaknya jauh lebih besar daripada yang diakui banyak orang.
Namun, tekanan besar membuat klub seperti Liverpool merevisi keputusan merumahkan karyawan nonpemain. The Reds memutuskan membatalkan menggunakan skema cuti Pemerintah Inggris, yakni membayar 80% staf nonpemainnya. The Reds mengakui pertimbangan menghindari krisis keuangan di tengah pandemi Covid-19 dan terhentinya kompetisi tidak boleh sembrono.
Menyadari keputusannya membuat kecewa banyak orang, terutama fans, Liverpool menghaturkan permohonan maaf dengan mengeluarkan surat terbuka yang ditujukan kepada fans. Dalam surat tersebut, CEO Peter Moore mengatakan klub telah berkonsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan utama sebagai bagian dari proses mencapai hasil terbaik bagi semua pihak.
Sejumlah skenario telah dipertimbangkan hingga akhirnya memilih skema retensi pekerjaan dengan membayar 80% gaji dan menjamin pembayaran 20% staf nonpemain di kemudian hari serta menemukan cara alternatif untuk menutupi biaya cuti. Tapi, keputusan tersebut keliru dan merugikan. “Kami percaya bahwa kami telah mengambil keputusan yang salah dan kami memohon maaf,” ungkap Moore, dilansir Skysports.
Moore mengindikasikan klub fokus memastikan seluruh tenaga kerja, termasuk staf nonpemainnya diberikan perlindungan sebanyak mungkin dari redundansi atau hilangnya pendapatan selama periode yang belum pernah terjadi sebelumnya.
“Liverpool berkomitmen menemukan cara alternatif beroperasi sementara tidak ada pertandingan sepak bola yang dimainkan yang memastikan kami tidak mengajukan permohonan skema bantuan pemerintah," sebut Moore.
Keputusan Liverpool tidak menggunakan skema cuti pemerintah membuat bek legendaris klub Jamie Carragher lega . Dia mengungkapkan sempat sangat marah karena orang-orang memandang Liverpool sebagai contoh mengenai bagaimana melakukan sesuatu dan diteladani oleh klub-klub lain.
“Saya pikir itu keputusan yang mengejutkan. Tapi, saya senang mereka berubah pikiran. Namun, itu masih akan meninggalkan rasa pahit bagi fans Liverpool. Para fans MU, Man City, dan Everton menertawakan Liverpool," ujar Carragher. (Alimansyah)
Pada saat bersamaan, manajemen klub harus mengeluarkan anggaran untuk membiayai biaya operasional tim. Sementara pada saat bersamaan, nyawa keuangan klub berasal dari tiga hal: hak siar, sponsorship, dan tiket pertandingan.
Menurut laporan deloitte, hak siar memiliki kontribusi besar dengan persentase 59%. Sponsorship dan komersial berada di angka 27,1%, sedangkan tiket pertandingan berkisar 13,9%. Sekarang, saat pertandingan terhenti, pendapatan juga terhenti. Sementara semua operasional tetap berjalan seperti biasa.
Namun, tidak semua klub memilih skenario merumahkan staf nonpemain tersebut seperti Manchester City (Man City) atau Manchester United (MU). Hanya yang harus diingat, keputusan tak merumahkan staf bukan berarti klub tak mengalami kerugian. MU, misalnya. Berdasarkan data yang dirilis sportsmail, tim besutan Ole Gunnar Solskjaer tersebut diperkirakan kehilangan total pendapatan senilai 116,4 juta poundsterling, disusul Man City (109,3 juta poundsterling) dan Liverpool (102,6 juta poundsterling).
Sementara tim seperti Everton merugi 32,2 juta poundsterling, Crystal Palace (31,9 juta poundsterling), dan Brighton & Hoves Albions (23,9 juta poundsterling).
Meski angka-angka itu ilustratif, bukan definitif, dan sederetan hasil lainnya, baik atau buruk, tergantung pada situasi masing-masing klub. Tapi, hal tersebut menunjukkan bahwa staf nonpemain yang dikorbankan dan di saat bersamaan gaji rata-rata pemain Liga Primer sebesar 70.000 poundsterling jelas sebuah perbedaan mencolok.
Guna menghindari dampak besar terhadap klub, ada beberapa kemungkinan pemilik hak siar seperti SkyTV dapat menerima beberapa kerugian dan tidak menuntut bagian mereka dari 762 juta poundsterling. Tapi, tidak mungkin bagi klub untuk membuat keputusan atas dasar itu, terlebih belum ada kepastian kapan kompetisi dilanjutkan.
Para pemain Liga Primer secara signifikan mengungkapkan pada Sabtu (5/4) bahwa mereka telah diminta untuk mempertimbangkan pemotongan gaji atau penundaan selama 12 bulan. Skenario kasus terburuk tampaknya jauh lebih besar daripada yang diakui banyak orang.
Namun, tekanan besar membuat klub seperti Liverpool merevisi keputusan merumahkan karyawan nonpemain. The Reds memutuskan membatalkan menggunakan skema cuti Pemerintah Inggris, yakni membayar 80% staf nonpemainnya. The Reds mengakui pertimbangan menghindari krisis keuangan di tengah pandemi Covid-19 dan terhentinya kompetisi tidak boleh sembrono.
Menyadari keputusannya membuat kecewa banyak orang, terutama fans, Liverpool menghaturkan permohonan maaf dengan mengeluarkan surat terbuka yang ditujukan kepada fans. Dalam surat tersebut, CEO Peter Moore mengatakan klub telah berkonsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan utama sebagai bagian dari proses mencapai hasil terbaik bagi semua pihak.
Sejumlah skenario telah dipertimbangkan hingga akhirnya memilih skema retensi pekerjaan dengan membayar 80% gaji dan menjamin pembayaran 20% staf nonpemain di kemudian hari serta menemukan cara alternatif untuk menutupi biaya cuti. Tapi, keputusan tersebut keliru dan merugikan. “Kami percaya bahwa kami telah mengambil keputusan yang salah dan kami memohon maaf,” ungkap Moore, dilansir Skysports.
Moore mengindikasikan klub fokus memastikan seluruh tenaga kerja, termasuk staf nonpemainnya diberikan perlindungan sebanyak mungkin dari redundansi atau hilangnya pendapatan selama periode yang belum pernah terjadi sebelumnya.
“Liverpool berkomitmen menemukan cara alternatif beroperasi sementara tidak ada pertandingan sepak bola yang dimainkan yang memastikan kami tidak mengajukan permohonan skema bantuan pemerintah," sebut Moore.
Keputusan Liverpool tidak menggunakan skema cuti pemerintah membuat bek legendaris klub Jamie Carragher lega . Dia mengungkapkan sempat sangat marah karena orang-orang memandang Liverpool sebagai contoh mengenai bagaimana melakukan sesuatu dan diteladani oleh klub-klub lain.
“Saya pikir itu keputusan yang mengejutkan. Tapi, saya senang mereka berubah pikiran. Namun, itu masih akan meninggalkan rasa pahit bagi fans Liverpool. Para fans MU, Man City, dan Everton menertawakan Liverpool," ujar Carragher. (Alimansyah)
(ysw)