Manajer tim tenis meja minta aparat hukum adil

Kamis, 25 April 2013 - 22:57 WIB
Manajer tim tenis meja minta aparat hukum adil
Manajer tim tenis meja minta aparat hukum adil
A A A
Sindonews.com - Manajer tim tenis meja SEA Games, Peter Layardi mendesak pihak kejaksaan agung untuk bisa bersikap arif dalam menyikapi perkara kriminalisasi hukum yang dialaminya saat ini.

Pasalnya, saat ini sendiri Peter sedang terjerat perkara perbuatan tidak menyenangkan dan pencemaran nama baik. Menurutnya, seharusnya Kejaksaan Agung yang dipimpin Basrief Arief bisa lebih memperhatikan kinerja bawahannya agar tidak serta merta menerima pelimpahan berkas dari penyidik Polri, namun merugikan hak hukum pencari keadilan.

"Memprihatinkan betul penegakan hukum di negeri ini. Klien kami tidak mendapatkan keadilan sama sekali. Kami meminta jaksa agung menggunakan kewenangannya untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum, karena klien kami harus konsentrasi mendampingi atlet tenis meja yang akan membawa harum nama bangsa," kata kuasa hukum Peter, Boy Nurdin, yang hari ini resmi menjalani pelimpahan berkas tahap kedua (tersangka dan barang bukti) di Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat, Kamis (25/4/2013).

Menurut Boy, pelaku pencemaran nama baik juga ikut hadir di Kejari Jakarta Barat dan meminta diperiksa, namun tidak digubris oleh penyidik polisi maupun jaksa.

"Sejak di penyidikan, pelaku minta diperiksa. Bahkan dia sudah meninggalkan identitasnya kepada penyidik, tetapi tidak kunjung diperiksa," ungkapnya.

Boy juga mengatakan bahwa kliennya adalah korban fitnah. Sejak itu, berulang kali Peter diperiksa pihak penyidik Mabes Polri. Ini semua berawal dari laporan Sekjen PB PTMSI Irianti Marina Waroka atas tudingan penghinaan, pengancaman, dan perbuatan tidak menyenangkan.

"Saya bingung dengan tudingan Irianti Marina Waroka yang tidak pernah saya lakukan. Dan, saya lebih bingung lagi kasus saya ditangani langsung Mabes Polri, sementara kejadiannya di Solo," kata Peter yang hadir bersama Boy.

Peter mengakui, dirinya memang berada di Solo dalam rangka menghadiri Musyawarah Nasional (Munas) PB PTMSI dengan agenda utama pemilihan ketua umum periode 2012-2016.

"Memang saya mendengar ada keributan saat pembukaan Munas tersebut, tetapi saat itu saya masih berada di hotel dan tidak ada di lokasi," ungkapnya.

Atas laporan Irianti Marina Waroka itu, Peter langsung mendapat surat panggilan dari Mabes Polri tertanggal 31 Oktober 2012. Dalam pemeriksaan, Peter membantah tuduhan dan menjelaskan dirinya bukan pelaku dan tidak tahu sama sekali terhadap hal tersebut. Yang lebih aneh, ungkapnya, pihak penyidik Mabes Polri tidak memanggil saksi-saksi yang diajukannya.

"Penyidik Mabes Polri tetap tidak memanggil saksi yang saya ajukan, padahal mereka yang berada di lokasi kejadian sudah mendatangi dan meminta diperiksa. Saya tidak mengerti mengapa saksi yang meringankan saya tidak diperiksa," katanya.

Peter makin terkejut tatkala menerima kembali panggilan Mabes Polri tertanggal 8 Maret 2013 untuk segera menghadap 14 Maret 2013. Pemanggilan ini dalam rangka untuk diserahkan kepada jaksa penuntut umum (JPU) karena berkas perkara dinyatakan sudah lengkap (P21) oleh Pidum Kejagung RI.

"Saya sudah dizalimi dalam hal ini, di mana telah terjadi diskriminasi penyidikan oleh penyidik yang menjadikan saya tersangka dan harus menjalani proses hukum yang tidak sepatutnya saya tanggung," tuturnya. "Saya tidak mengerti mengapa saya dikriminalisasi, padahal Hasmi Rusli yang mengaku sebagai pelaku sudah datang ke Mabes Polri dan minta diperiksa penyidik," pungkasnya.
(wbs)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8841 seconds (0.1#10.140)