Charles Leclerc, Sosok Pembalap Diperhitungkan di F1

Kamis, 17 Januari 2019 - 10:12 WIB
Charles Leclerc, Sosok Pembalap Diperhitungkan di F1
Charles Leclerc, Sosok Pembalap Diperhitungkan di F1
A A A
CHARLES Leclerc, pembalap muda dari Monako, jadi pembalap yang paling diperhitungkan oleh para pembalap Formula 1 senior di atasnya.

Siapa nyana perjalanan karier Charles Leclerc justru begitu berat dibandingkan pembalap lainnya. Seperti apa ceritanya? Charles Leclerc sudah merasakan pedihnya kehilangan. Saat itu dia masih butuh banyak bimbingan dalam meniti karier sebagai pembalap.

Anak muda kelahiran 16 Oktober 1997 itu harus kehilangan orang-orang yang paling serius mendampingi dirinya. Kehilangan pertama terjadi saat salah seorang mentornya, Jules Bianchi, meninggal dunia. Bagi Leclerc, Jules Bianchi bukanlah orang asing. Pria Prancis kelahiran 3 Agustus 1989 itu adalah orang terdekat yang paling sering melatih Leclerc.

Bianchi yang usianya lebih tua 8 tahun tidak hanya bertindak seperti seorang kakak buat Leclerc. Lebih dari itu, saking pedulinya pada Leclerc, pembalap yang pernah memperkuat Marussia F1 Team itu sudah seperti Godfather buat Leclerc. Kedekatan Leclerc dengan Bianchi sudah terjadi sejak mereka kecil.

Bianchi selalu menemani Leclerc kecil ke mana saja karena kebetulan mereka sama-sama tinggal di Monako. Selain itu, ayah Leclerc dan ayah Bianchi adalah sahabat baik. Tidak heran jika keduanya begitu akrab ke mana saja, termasuk saat sama-sama berada di satu tim karting.

Bianchi yang lebih tua selalu mengajari dan menyemangati Leclerc kecil agar berani menekan pedal gas lebih dalam. “Setiap saat dia selalu menemani dan memperhatikan saya,” ujar Leclerc.

Sebaliknya, Leclerc menjadikan Bianchi sebagai patokan karier. Ke mana saja Bianchi pergi, Leclerc akan terus mengikuti. Termasuk ketika Leclerc memilih bergabung dengan Ferrari Drivers Academy (FD), akademi balap yang juga pernah diikuti oleh Bianchi.

Dari situlah keduanya mengucapkan janji, siapa pun yang lebih dulu masuk ke Formula 1 berjanji akan menunggu yang datang ke Formula 1 belakangan. Sayangnya janji tinggal janji, Bianchi yang lebih dulu bergabung dengan tim Formula 1, Marussia F1 mengalami kecelakaan nahas di Sirkuit Suzuka, Jepang pada 5 Oktober 2014 yang merenggut nyawanya.

Dunia Formula 1 berduka atas kepergian Bianchi. Tidak terkecuali Leclerc yang 12 hari setelah kejadian itu baru merayakan ulang tahunnya yang ke-17. Dia tidak menyangka Bianchi yang semestinya bisa datang merayakan sweet seventeen -nya justru meninggal dunia.

“Saya tidak pernah mampu mengatasinya (duka kematian Jules Bianchi). Mungkin saya tidak akan pernah bisa. Akan tetapi, saya tidak pernah ragu untuk melanjutkan (karier balap saya). Segala hal yang saya inginkan adalah balapan,” ucap Leclerc. Hidup berjalan terus dan roda mobil balap mau tidak mau terus berputar.

Meski Leclerc kehilangan “malaikat pendamping” di sirkuit balap, anak muda Monako itu berupaya terus mewujudkan mimpi mereka yang tercecer. Beruntung Leclerc memiliki malaikat lain yang tidak kalah baiknya seperti Bianchi.

Ayahnya, Herve Leclerc, mengambil tongkat estafet dari Bianchi untuk terus menjaga karier Leclerc tetap berjalan semestinya. Herve tidak pernah sekalipun absen menjaga anaknya meniti karier sebagai pembalap.

Darah balapan Leclerc memang mengalir dari Herve yang sewaktu muda juga seorang pebalap profesional. “Ketika saya menjadi yang kedua (saat balapan), ayah saya tidak begitu bahagia, jadi saya fokus untuk menang. Hanya menang. Untuk memastikan ia tetap tersenyum,” ucap Leclerc.

Setahun setelah kepergian Bianchi, karier pria Monte Carlo ini memang terbilang melesat dengan cepat. Saat itu, dia langsung menjajal FIA Formula 3 European Championship (seri pendukung dari ajang Deutsche Tourenwagen Masters).

Di ajang tersebut, Leclerc bersama tim asal Belanda, Van Amersfoort Racing, meraih 4 kali kemenangan dan total 13 podium dari 33 kali balapan, serta berada di peringkat ke-4 klasemen akhir musim kejuaraan. Ia juga sempat merasakan balapan Macau Grand Prix pada tahun yang sama dan sukses menjadi runner up. Pada tahun 2016 Leclerc akhirnya mampu mengikuti jejak Bianchi karena berhasil masuk Ferrari Drivers Academy.

Di tahun yang sama, ia menjadi juara dunia GP3 Series, yang merupakan feeder series dari F1, dengan raihan 3 kali kemenangan dan total 8 kali podium. Selain itu, ia kerap menjadi pembalap penguji bagi Haas F1 Team yang bermesinkan Ferrari dan juga Ferrari pabrikan. Tahun 2017 Charles Leclerc kembali menunjukkan tajinya dengan menjuarai Formula 2 (F2).

Bersama tim Prema Racing, dia tampil dominan dengan memastikan gelar juara dunianya saat kejuaraan masih menyisakan tiga balapan tersisa. Ia mengoleksi raihan 7 kali kemenangan dan total 10 kali podium dari 22 kali balapan.

Leclerc juga kerap menjadi pembalap tes untuk tim Sauber F1 Team, yang hingga tahun ini menggunakan mesin Ferrari. Akan tetapi, duka kembali menyelimuti hati Leclerc kala sang ayah harus dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Herve Leclerc meninggal pada usia 54 tahun hanya berselang 4 hari sebelum kemenangannya di Feature Race F2 GP Baku.

Penggemar sosok Ayrton Senna ini membuat tribute untuk sang ayah yang juga mengidolakan orang yang sama dengan membuat desain khusus pada helmnya saat kemenangan di Azerbaijan tersebut. Baginya, sang ayah, juga Jules, adalah sosok paling berarti dalam hidup dan kariernya.

“Ayah saya dan Jules (Bianchi) selalu mengajarkan saya untuk tetap rendah hati dan tidak pernah berhenti berjuang. Saya berpikir mereka bangga melihat saya sekarang.” Akhirnya, cita-cita Leclerc terwujud pada tahun 2018 kala direkrut secara reguler oleh Alfa Romeo Sauber F1 untuk mendampingi Marcus Ericsson sebagai pembalap reguler di F1. Bersama Sauber, kariernya begitu mencolok.

Pembalap senior seperti Lewis Hamilton dan Sebastian Vettel bahkan mewaspadai kemampuannya meski masih jadi anak bawang. Terbukti, begitu musim Formula 1 2018 berakhir, Leclerc dinobatkan sebagai pembalap muda terbaik. Kariernya makin mantap begitu Ferrari akhirnya mengontrak anak muda itu sebagai pembalap kedua menggantikan Kimi Raikkonen.

Meski sudah di atas awan, Leclerc tetap rendah hati. Dia tidak jumawa meskipun Lewis Hamilton yang berhasil menjadi juara dunia Formula 1 sebanyak lima kali itu mewaspadai kiprahnya pada musim 2019. “Senang sekali melihat anak-anak muda seperti dia bisa memberikan ancaman.

Saya lihat dia dan Max Verstappen tidak lagi bisa dilihat sebagai anak bawang,” komentar Lewis Hamilton. Leclerc berusaha tetap menapak bumi. Dia tidak ingin respons dan euforia membutakan matanya.

Sebab, dia tahu menempuh jalan yang begitu panjang untuk sampai ke tahap ini dan pujian tidak akan bisa membutakan matanya.“Saya tidak ingin terlalu ambisius. Saya hanya menargetkan dua seri untuk bisa saya menangkan tahun ini,” ucapnya merendah.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9483 seconds (0.1#10.140)