Profil Christophe Galtier, Pelatih Minim Gelar dan Penakluk Tim Bertabur Bintang
loading...
A
A
A
PARIS - Christophe Galtier baru saja diperkenalkan sebagai pelatih baru Paris Saint-Germain ( PSG ) menggantikan Mauricio Pochettino. Dia akan menangani Lionel Messi dkk selama dua tahun ke depan.
Kedatangan Galtier sekaligus mengakhiri spekulasi yang selama ini berkembang. Pasalnya, sebelum mantan juru taktik Nice itu sepakat bergabung dengan PSG , klub berjuluk Les Parisiens sudah banyak dikaitkan dengan sejumlah pelatih top dunia.
Sebut saja Zinedine Zidane. Pelatih berkepala plontos itu sudah lama dikaitkan dengan PSG . Namun presiden klub Nasser al-Khelaifi mengatakan bahwa tim tidak pernah melakukan kontak dengan pelatih berpaspor Prancis tersebut.
BACA JUGA: Jadwal Timnas Indonesia U-19 di Piala AFF U-19 2022, Rabu (6/7/2022): Jangan Gentar!
"Dia (Zidane) adalah orang yang sangat saya sukai sebagai pemain dan saya menyukainya sebagai pelatih. Tapi kami tidak pernah berbicara dengannya, secara langsung atau tidak langsung," ujar Nasser al-Khelaifi.
Lantas bagaimana sepak terjang Christophe Galtier?
PSG akan menjadi tim keempat Galtier, karena mantan bek itu pernah melatih Saint-Etienne dari 2009-2017. Dia membawa mereka kembali ke Eropa dan membantu mereka memenangkan trofi pertama mereka dalam 32 tahun dengan memenangkan Coupe de la Ligue pada 2012/2013.
BACA JUGA: Head to Head Timnas Indonesia U-19 vs Thailand U-19: Jangan Minder Garuda Nusantara
Setelah sukses bersama Saint-Etienne, Galtier bergabung dengan Lille. Pola yang sama terjadi ketika ia berhasil menghindari degradasi, lolos ke kompetisi Eropa, dan kemudian mengamankan gelar Liga Prancis musim 2020–2021.
Di musim berikutnya, Galtier bergabung dengan Nice. Selama menangani Les Aiglons dia gagal menghadirkan gelar. Pencapaian terbaiknya adalah menjadi runner-up di Coupe de France.
Tapi yang patut diperhitungkan dari sosok Galtier adalah meski bermaterikan pemain yang biasa, namun ia tak pernah merasakan kekalahan selama berhadapan melawan PSG. Dalam empat pertandingan beruntun, klub yang ditangani Galtier (saat itu) tidak pernah kebobolan atau kalah dari raksasa Prancis.
Lalu bagaimana skema formasi yang biasa digunakan Galtier selama menangani klub?
Formasi pilihan Galtier adalah 4-4-2 yang berbeda dengan tim Prancis lainnya. Alih-alih berfokus pada kecepatan, tekanan menyerang dan transisi cepat, timnya mengatur diri mereka sendiri dengan cara yang mencegah lawan berlari ke bola berkat pressing yang terkoordinasi dengan sempurna. Mereka kemudian melindungi diri mereka sendiri secara defensif setelah kehilangan bola.
"Saya ingin melihat intensitas, menekan. Saya belum berbicara dengan skuad, tetapi Anda lebih sering menang ketika Anda bermain bagus. Dibandingkan dengan klub saya sebelumnya, akan ada pendekatan yang berbeda," ungkap Galtier.
Kedatangan Galtier sekaligus mengakhiri spekulasi yang selama ini berkembang. Pasalnya, sebelum mantan juru taktik Nice itu sepakat bergabung dengan PSG , klub berjuluk Les Parisiens sudah banyak dikaitkan dengan sejumlah pelatih top dunia.
Sebut saja Zinedine Zidane. Pelatih berkepala plontos itu sudah lama dikaitkan dengan PSG . Namun presiden klub Nasser al-Khelaifi mengatakan bahwa tim tidak pernah melakukan kontak dengan pelatih berpaspor Prancis tersebut.
BACA JUGA: Jadwal Timnas Indonesia U-19 di Piala AFF U-19 2022, Rabu (6/7/2022): Jangan Gentar!
"Dia (Zidane) adalah orang yang sangat saya sukai sebagai pemain dan saya menyukainya sebagai pelatih. Tapi kami tidak pernah berbicara dengannya, secara langsung atau tidak langsung," ujar Nasser al-Khelaifi.
Lantas bagaimana sepak terjang Christophe Galtier?
PSG akan menjadi tim keempat Galtier, karena mantan bek itu pernah melatih Saint-Etienne dari 2009-2017. Dia membawa mereka kembali ke Eropa dan membantu mereka memenangkan trofi pertama mereka dalam 32 tahun dengan memenangkan Coupe de la Ligue pada 2012/2013.
BACA JUGA: Head to Head Timnas Indonesia U-19 vs Thailand U-19: Jangan Minder Garuda Nusantara
Setelah sukses bersama Saint-Etienne, Galtier bergabung dengan Lille. Pola yang sama terjadi ketika ia berhasil menghindari degradasi, lolos ke kompetisi Eropa, dan kemudian mengamankan gelar Liga Prancis musim 2020–2021.
Di musim berikutnya, Galtier bergabung dengan Nice. Selama menangani Les Aiglons dia gagal menghadirkan gelar. Pencapaian terbaiknya adalah menjadi runner-up di Coupe de France.
Tapi yang patut diperhitungkan dari sosok Galtier adalah meski bermaterikan pemain yang biasa, namun ia tak pernah merasakan kekalahan selama berhadapan melawan PSG. Dalam empat pertandingan beruntun, klub yang ditangani Galtier (saat itu) tidak pernah kebobolan atau kalah dari raksasa Prancis.
Lalu bagaimana skema formasi yang biasa digunakan Galtier selama menangani klub?
Formasi pilihan Galtier adalah 4-4-2 yang berbeda dengan tim Prancis lainnya. Alih-alih berfokus pada kecepatan, tekanan menyerang dan transisi cepat, timnya mengatur diri mereka sendiri dengan cara yang mencegah lawan berlari ke bola berkat pressing yang terkoordinasi dengan sempurna. Mereka kemudian melindungi diri mereka sendiri secara defensif setelah kehilangan bola.
"Saya ingin melihat intensitas, menekan. Saya belum berbicara dengan skuad, tetapi Anda lebih sering menang ketika Anda bermain bagus. Dibandingkan dengan klub saya sebelumnya, akan ada pendekatan yang berbeda," ungkap Galtier.
(yov)