5 Kesalahan Dugaan Penyebab Tragedi Kanjuruhan yang Memilukan
loading...
A
A
A
MALANG - Indonesia tengah dirundung duka menyusul tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan usai laga Arema FC versus Persebaya Surabaya. Ratusan orang tewas dalam insiden paling mengenaskan kedua dalam sejarah sepak bola di dunia.
Tragedi kemanusiaan di Kanjuruhan ini tentunya membuat banyak pihak bertanya-tanya bagaimana penanganan saat kerusuhan terjadi. Dunia pun menyoroti hal ini mulai dari FIFA, AFC, hingga bintang sepak bola.
BACA JUGA: Ketum The Jakmania Tuntut Investigasi Terbuka Tragedi Kanjuruhan
Saat ini pemerintah sudah membentuk tim gabungan independen pencari fakta (TGIPF) yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, untuk mengungkap tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan .
Sebelum mengetahui hasil investigasi yang dilakukan TGIPF, SINDOnews mencoba merangkum lima kesalahan penyebab tragedi Kanjuruhan.
BACA JUGA: LaNyalla Dukung Percepatan Investigasi Tragedi Kanjuruhan
Berikut 5 Kesalahan Penyebab Tragedi Kanjuruhan:
1. Oknum Suporter
Menurut pengakuan salah satu Aremania yang berada di lokasi, Rezqi Wahyu, terdapat beberapa oknum suporter yang melakukan tindakan provokatif. Mereka menaiki pagar dan melempar benda-benda.
Beberapa ada yang berhasil masuk ke stadion. Hal itu sangat mencederai nilai fair play dalam pertandingan olahraga.
Hal itu kemudian memancing beberapa suporter yang lain untuk ikutan melakukan hal yang sama. Tentu tidak semua suporter melakukan hal itu, namun di sanalah awal mula terjadinya kericuhan,
"Kemudian ada lagi beberapa oknum yang ikut masuk untuk meluapkan kekecewaannya kepada pemain Arema, terlihat Johan Al-Farizie mencoba memberi pengertian kepada oknum-oknum tersebut," kata Rezqi melalui Twitter pribadinya, Senin (3/10/2022).
"Namun, semakin banyak mereka berdatangan, semakin ricuh kondisi stadion karena dari berbagai sisi stadion juga ikut masuk untuk meluapkan kekecewaannya ke pemain. Setelah pemain masuk, suporter makin tidak terkendali dan semakin banyak yang masuk ke lapangan," katanya.
2. PT Liga Indonesia Baru
PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) seolah tutup telinga dengan kritikan-kritikan banyak pihak terhadap jadwal pertandingan Liga 1. Mereka beberapa kali diminta untuk mengubah jadwal pertandingan agar tidak terlalu malam.
Pertandingan terlalu malam akan mempersulit proses evakuasi jika terhadi hal diinginkan. Laga Piala Presiden 2022 antara Persib Bandung kontra Persebaya di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) sebelum musim ini bergulir sudah menjadi bukti.
Namun PT LIB seolah tidak belajar dari kejadian pilu di GBLA tersebut. Laga dengan risiko tinggi tetap digelar pada malam hari.
3. PSSI
Tragedi Kanjuruhan sebetulnya hanyalah bom waktu karena PSSI tidak pernah mau belajar dari kesalahan. Permasalahan korban tewas di sepak bola Indonesia sudah terjadi sejak beberapa tahun silam.
Selama ini, PSSI selalu memberikan solusi yang itu-itu saja. Sanksi yang tidak jauh berbeda terus ditujukkan kepada klub atau panpel yang terlibat.
Namun alih-alih menimbulkan efek jera, kejadian serupa masih terus berulang di banyak tempat. Bahkan semakin marak, dan semakin besar jumlah korbannya. PSSI seolah enggan memikirkan solusi lain untuk setidaknya mencegah tragedi.
4. Panitia Penyelenggara (Panpel)
Panitia penyelenggara seolah memegang peranan penting. Mereka sebetulnya sadar bahwa pertandingan bertajuk Derby Jawa Timur itu memiliki potensi kericuhan. Karena itu, mereka sempat meminta untuk menggeser jadwal pertandingan.
Namun setelah tahu bahwa permintaan mereka ditolak, panpel tidak memikirkan solusi lebih lanjut atau rencana B. Panpel tetap menggelar pertandingan seperti biasa.
Kesalahan lainnya adalah pencetakan tiket yang tidak sebagaimana mestinya. Kapasitas Stadion Kanjuruhan berjumlah 38 ribu penonton, namun mereka malah mencetak 42 ribu tiket.
5. Pihak Kepolisian
Hal terakhir dan yang paling utama adalah penggunaan gas air mata di dalam stadion. Pihak kepolisian bersikeras bahwa penggunaan gas air mata sudah sesuai prosedur.
Banyak laporan menyebut bahwa para polisi menembakkan gas air mata ke arah tribun. Padahal penggunaan gas air mata di dalam stadion jelas-jelas menyalahi aturan FIFA.
Tragedi kemanusiaan di Kanjuruhan ini tentunya membuat banyak pihak bertanya-tanya bagaimana penanganan saat kerusuhan terjadi. Dunia pun menyoroti hal ini mulai dari FIFA, AFC, hingga bintang sepak bola.
BACA JUGA: Ketum The Jakmania Tuntut Investigasi Terbuka Tragedi Kanjuruhan
Saat ini pemerintah sudah membentuk tim gabungan independen pencari fakta (TGIPF) yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, untuk mengungkap tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan .
Sebelum mengetahui hasil investigasi yang dilakukan TGIPF, SINDOnews mencoba merangkum lima kesalahan penyebab tragedi Kanjuruhan.
BACA JUGA: LaNyalla Dukung Percepatan Investigasi Tragedi Kanjuruhan
Berikut 5 Kesalahan Penyebab Tragedi Kanjuruhan:
1. Oknum Suporter
Menurut pengakuan salah satu Aremania yang berada di lokasi, Rezqi Wahyu, terdapat beberapa oknum suporter yang melakukan tindakan provokatif. Mereka menaiki pagar dan melempar benda-benda.
Beberapa ada yang berhasil masuk ke stadion. Hal itu sangat mencederai nilai fair play dalam pertandingan olahraga.
Hal itu kemudian memancing beberapa suporter yang lain untuk ikutan melakukan hal yang sama. Tentu tidak semua suporter melakukan hal itu, namun di sanalah awal mula terjadinya kericuhan,
"Kemudian ada lagi beberapa oknum yang ikut masuk untuk meluapkan kekecewaannya kepada pemain Arema, terlihat Johan Al-Farizie mencoba memberi pengertian kepada oknum-oknum tersebut," kata Rezqi melalui Twitter pribadinya, Senin (3/10/2022).
"Namun, semakin banyak mereka berdatangan, semakin ricuh kondisi stadion karena dari berbagai sisi stadion juga ikut masuk untuk meluapkan kekecewaannya ke pemain. Setelah pemain masuk, suporter makin tidak terkendali dan semakin banyak yang masuk ke lapangan," katanya.
2. PT Liga Indonesia Baru
PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) seolah tutup telinga dengan kritikan-kritikan banyak pihak terhadap jadwal pertandingan Liga 1. Mereka beberapa kali diminta untuk mengubah jadwal pertandingan agar tidak terlalu malam.
Pertandingan terlalu malam akan mempersulit proses evakuasi jika terhadi hal diinginkan. Laga Piala Presiden 2022 antara Persib Bandung kontra Persebaya di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) sebelum musim ini bergulir sudah menjadi bukti.
Namun PT LIB seolah tidak belajar dari kejadian pilu di GBLA tersebut. Laga dengan risiko tinggi tetap digelar pada malam hari.
3. PSSI
Tragedi Kanjuruhan sebetulnya hanyalah bom waktu karena PSSI tidak pernah mau belajar dari kesalahan. Permasalahan korban tewas di sepak bola Indonesia sudah terjadi sejak beberapa tahun silam.
Selama ini, PSSI selalu memberikan solusi yang itu-itu saja. Sanksi yang tidak jauh berbeda terus ditujukkan kepada klub atau panpel yang terlibat.
Namun alih-alih menimbulkan efek jera, kejadian serupa masih terus berulang di banyak tempat. Bahkan semakin marak, dan semakin besar jumlah korbannya. PSSI seolah enggan memikirkan solusi lain untuk setidaknya mencegah tragedi.
4. Panitia Penyelenggara (Panpel)
Panitia penyelenggara seolah memegang peranan penting. Mereka sebetulnya sadar bahwa pertandingan bertajuk Derby Jawa Timur itu memiliki potensi kericuhan. Karena itu, mereka sempat meminta untuk menggeser jadwal pertandingan.
Namun setelah tahu bahwa permintaan mereka ditolak, panpel tidak memikirkan solusi lebih lanjut atau rencana B. Panpel tetap menggelar pertandingan seperti biasa.
Kesalahan lainnya adalah pencetakan tiket yang tidak sebagaimana mestinya. Kapasitas Stadion Kanjuruhan berjumlah 38 ribu penonton, namun mereka malah mencetak 42 ribu tiket.
5. Pihak Kepolisian
Hal terakhir dan yang paling utama adalah penggunaan gas air mata di dalam stadion. Pihak kepolisian bersikeras bahwa penggunaan gas air mata sudah sesuai prosedur.
Banyak laporan menyebut bahwa para polisi menembakkan gas air mata ke arah tribun. Padahal penggunaan gas air mata di dalam stadion jelas-jelas menyalahi aturan FIFA.
(yov)