Impian Tak Tertahankan Timea Bachsinszky
A
A
A
PARIS - Tidak semua stadion di Roland Garros itu wah dan glamor seperti yang sering dipamerkan di layar televisi. Court 17 salah satunya. Tempat duduknya dari kursi plastik nan keras. Penonton, pelatih, dan pencatat skor duduk bersebelahan dan berhimpitan.
Karena berbatasan langsung dengan jalan raya, suara wasit kadang harus bersaing dengan desing kenalpot kendaraan yang lalu lalang. Di stadion sederhana semacam itulah, Timea Bachsinszky memulai pertandingan babak pertamanya, melawan L. Arrubarruena, disaksikan 100an penonton.
KORAN SINDO duduk di antara penonton yang renggang, bersama beberapa wartawan Swiss, sambil sesekali menoleh ke lapangan sebelah, Court 15, ketika Ana Ivanovic, sedang menyelesaikan latihannya.
Timea, meski merupakan petenis terbaik Swiss, masuk dalam urutan 24 di turnamen ini, tidak banyak memantik perhatian pubik. Jumpa pers setelah pertandingan usai, juga tak ada. Kemenangan partai perdananya itu, oleh media Swiss pun, hanya menghiasi kolom-kolom kecil koran di Helvetialand.
Semua berubah ketika berhasil menaklukkan Petra Kvitova, urutan ke empat, perengkuh dua kali Wimbledon. Tidak hanya tempat pertandingan berikutnya yang menempatkan dirinya di Stade Suzanne Langlen, stadion terbesar kedua di komplek ini, tapi juga mengubah semuanya di press center.
Di hadapan wartawan, Timea kini menempati Main Interview Room, yang biasanya hanya dikuasai Roger Federer dan Stan Wawrinka. Timea, apalagi setelah masuk babak semi final, kini menjadi incaran wartawan internasional. Dan Main Interview Room, yang dilengkapi pencatat stenografi, penerjemah, dan tentu saja kamera televisi, menjadi miliknya. ''Kalau yakin kita mampu, tak akan ada lagi batasnya,''katanya dalam bahasa Perancis.
Nyaris Putus Asa
Timea sebenarnya sudah gantung raket, karena putus asa dengan kemampuan bertennisnya. Bahkan, Timea sudah menjalani praktik kerja di Hotel Chalet Royal di Swiss, ketika undangan ke Roland Garros, tiga tahun silam, datang. ''Karena ngirit biaya, saya nyetir sendiri ke Paris,''kenangnya.
Dalam babak kualifikasi, Timea gagal total. Tapi kekalahan itu, membuatnya kembali mempertimbangkan untuk mengayun raket. Jika dulunya bermain tennis karena desakan Igor, ayahnya. Kali ini, lantaran kemauannya sendiri. Syukurlah, ibunya sangat mendukungnya.
Sisa-sisa tabungannya diberikan Timea untuk terus melanjutkan mimpinya sebagai petenis profesional. Tidak berlebihan jika Timea kemudian menuliskan kalimat Merci Mami, di kaca kamera televisi yang mewancarainya, seusai pertandingan.
Lambat laun, di antara belitan cedera sekalipun, Timea yang tiga tahun lalu berperingkat 211, lalu merambat ke 112 dan kini 24, mulai diperhitungkan. Keberhasilannya masuk semi final, juga mengangkat peringkatnya hingga urutan ke 12.
Serena Williams pun, calon lawan di semifinal Jumat (5/6) siang ini, harus siap menghadapi tenis ala Timea, yakni power, speed, dan power. ''Saya tidak lagi takut, kalah juga tak apa apa,''katanya.
Penampilan Serena Williams yang kurang meyakinkan di Roland Garros kali ini, bisa jadi menjadi jembatan Timea Bachsinszky melenggang hingga babak final.
Karena berbatasan langsung dengan jalan raya, suara wasit kadang harus bersaing dengan desing kenalpot kendaraan yang lalu lalang. Di stadion sederhana semacam itulah, Timea Bachsinszky memulai pertandingan babak pertamanya, melawan L. Arrubarruena, disaksikan 100an penonton.
KORAN SINDO duduk di antara penonton yang renggang, bersama beberapa wartawan Swiss, sambil sesekali menoleh ke lapangan sebelah, Court 15, ketika Ana Ivanovic, sedang menyelesaikan latihannya.
Timea, meski merupakan petenis terbaik Swiss, masuk dalam urutan 24 di turnamen ini, tidak banyak memantik perhatian pubik. Jumpa pers setelah pertandingan usai, juga tak ada. Kemenangan partai perdananya itu, oleh media Swiss pun, hanya menghiasi kolom-kolom kecil koran di Helvetialand.
Semua berubah ketika berhasil menaklukkan Petra Kvitova, urutan ke empat, perengkuh dua kali Wimbledon. Tidak hanya tempat pertandingan berikutnya yang menempatkan dirinya di Stade Suzanne Langlen, stadion terbesar kedua di komplek ini, tapi juga mengubah semuanya di press center.
Di hadapan wartawan, Timea kini menempati Main Interview Room, yang biasanya hanya dikuasai Roger Federer dan Stan Wawrinka. Timea, apalagi setelah masuk babak semi final, kini menjadi incaran wartawan internasional. Dan Main Interview Room, yang dilengkapi pencatat stenografi, penerjemah, dan tentu saja kamera televisi, menjadi miliknya. ''Kalau yakin kita mampu, tak akan ada lagi batasnya,''katanya dalam bahasa Perancis.
Nyaris Putus Asa
Timea sebenarnya sudah gantung raket, karena putus asa dengan kemampuan bertennisnya. Bahkan, Timea sudah menjalani praktik kerja di Hotel Chalet Royal di Swiss, ketika undangan ke Roland Garros, tiga tahun silam, datang. ''Karena ngirit biaya, saya nyetir sendiri ke Paris,''kenangnya.
Dalam babak kualifikasi, Timea gagal total. Tapi kekalahan itu, membuatnya kembali mempertimbangkan untuk mengayun raket. Jika dulunya bermain tennis karena desakan Igor, ayahnya. Kali ini, lantaran kemauannya sendiri. Syukurlah, ibunya sangat mendukungnya.
Sisa-sisa tabungannya diberikan Timea untuk terus melanjutkan mimpinya sebagai petenis profesional. Tidak berlebihan jika Timea kemudian menuliskan kalimat Merci Mami, di kaca kamera televisi yang mewancarainya, seusai pertandingan.
Lambat laun, di antara belitan cedera sekalipun, Timea yang tiga tahun lalu berperingkat 211, lalu merambat ke 112 dan kini 24, mulai diperhitungkan. Keberhasilannya masuk semi final, juga mengangkat peringkatnya hingga urutan ke 12.
Serena Williams pun, calon lawan di semifinal Jumat (5/6) siang ini, harus siap menghadapi tenis ala Timea, yakni power, speed, dan power. ''Saya tidak lagi takut, kalah juga tak apa apa,''katanya.
Penampilan Serena Williams yang kurang meyakinkan di Roland Garros kali ini, bisa jadi menjadi jembatan Timea Bachsinszky melenggang hingga babak final.
(aww)