Target Persela wah, berakhir papan bawah
A
A
A
Sindonews.com - Akhir musim 2011-2012, Persela Lamongan menjadi salah satu klub Indonesia Super League (ISL) yang menatap masa depan dengan penuh gairah. Impian menjadi klub bergengsi sepertinya bakal menjadi kenyataan setelah finish di peringkat empat klasemen akhir.
Tak berlebihan, itu sebuah pencapaian paling fenomenal yang pernah dilakukan Laskar Joko Tingkir di ISL. Sebelumnya, Persela hanyalah tim medioker yang berkeliaran di papan tengah dan bawah. Maklum jika peringkat empat memunculkan optimisme tinggi di benak LA Mania. Apalagi manajemen menetapkan target mewah, yakni papan atas atau tiga besar.
Namun impian tak selalu sesuai kenyataan. Memulai musim kompetisi 2012-2013 dengan konfidensi tinggi, berbagai aral menghadang Persela di tengah jalan. Konsistensi tim limbung, sejak awal musim sama sekali tak terlihat sinyal mereka bakal menjadi tim yang kompetitif.
Ditangani pelatih Gomes de Oliviera yang disebut-sebut bakal lebih baik dibanding Miroslav Janu, Laskar Joko Tingkir masih menjalani tradisi khas sebagai tim biasa-biasa saja. Menang atau seri di kandang sendiri, lalu kalah di kandang lawan. Gomes pun tak bertahan lama.
Persela kemudian dikendalikan Pelatih Caretaker Didik Ludiyanto sebagai penerus kerja Gomes de Oliviera. Tak disangka pelatih muda yang masih belum memiliki lisensi kepelatihan A ini bertahan hingga akhir musim. Padahal sempat ada kabar dia bakal digantikan Alfredo Vera.
Finish di posisi 12 klasemen akhir jelas menunjukkan Persela kembali ke posisi yang sebenarnya. Musim sebelumnya kala menjadi tim empat besar ternyata hanyalah mimpi, atau mungkin keberuntungan, rezeki nomplok. Laskar Joko Tingkir tak mampu menaikkan derajat mereka menjadi lebih baik.
Terlalu banyak aspek yang membuat Persela demikian gontai sepanjang musim kompetisi. Mulai dari pergantian pelatih, semakin ketatnya peta persaingan diISL, serta faktor lain. Di bawah ini adalah fakta-fakta yang menyebabkan Persela kembali tim medioker;
1. Pergantian Pelatih
Pergantian nakhoda tim selalu berefek kurang bagus untuk sebuah tim. Tapi itulah yang harus dilakukan Persela ketika Gomes de Oliviera tak mampu mencatat start bagus di Stadion Surajaya. Manajemen akhirnya memecat mantan pelatih Persiwa Wamena itu dan memercayai Didik Ludiyanto sebagai pelatih caretaker.
Idealnya pelatih caretaker hanya bekerja sementara sambil menunggu pelatih anyar. Tapi ternyata Persela melanjutkan kerja sang caretaker hingga akhir musim. Tanpa meremehkan kualitas Didik, sangat sulit bagi sebuah tim menggapai impian besar bermodalkan pelatih yang belum berpengalaman.
Dipertahankannya Didik Ludiyanto hingga akhir musim seakan menggambarkan kepasrahan Persela terhadap situasi tim. Jadi, finish di papan bawah sebenarnya sangat pantas karena tim biru laut nyaris tak melakukan apa-apa untuk menyelamatkan target papan atas, minimal menunjuk pelatih yang menjanjikan.
2. Transfer Buruk
Sebagai tim yang bermimpi papan atas, seharusnya Persela sangat aktif di bursa transfer sebelum musim bergulir dengan mendatangkan pemain yang prospektif. Tapi itu tak pernah dilakukan tim asal Kota Soto.
Pemain yang didatangkan Gomes de Oliviera tak memenuhi kriteria sebagai pemain kelas satu. Salah satu keanehan transfer Persela adalah merekrut Han Sang Min sebagai centre back. Padahal semua paham bahwa dia adalah pemain tengah ketika berkostum Persema Malang dan belum pernah menjadi bek.
Terbukti, penampilan pemain asal Korea Selatan ini tidak pernah stabil mendampingi Roman Golian. Rekrutmen seperti Arifki Eka Putra Gilang Angga nyatanya juga tak berguna. Justru pemain lama seperti Jimmy Suparno, Zaenal Arifin, Dhanu Rosade, yang memiliki kontribusi lumayan untuk tim hingga musim berakhir.
Dalam situasi kurang menjanjikan, Persela kembali pasif di bursa transfer pertengahan musim. Hanya Taufik Kasrun yang pulang kampung setelah merantau ke Sriwijaya FC.
3. Menurunnya Gustavo Lopez
Kapten tim Persela Gustavo Lopez mungkin menjadi salah satu pemain yang kecewa di Surajaya musim ini. Berharap timnya mendapat posisi mentereng di klasemen, dia bahkan tak mendapatkan tandem memadai di lini tengah.
Kepergian Gede Sukadana ke Arema membuat Gustavo tak memiliki partner sehati. Pelatih juga beberapa kali bereksperimen mencari pasangan playmaker tersebut. Catur Pamungkas, Fandi Eko Utomo, Dhanu Rosade adalah deretan pemain yang pernah dijajal sebagai pendukung Gustavo Lopez.
Sayang tak satu pun yang benar-benar bisa nyetel dengan sang kapten. Tak pelak, performa pemain asal Argentina ini menurun drastis, umpan-umpan akuratnya jarang terlihat, gol-golnya menjadi seret. Kesimpulannya, dia sudah tidak nyaman lagi bermain di Surajaya. Rupanya Gustavo sangat paham bahwa komposisi tim Persela sama sekali tidak kompetitif seperti yang diharapkannya.
4. Peta Persaingan
Persaingan kompetisi di ISL juga turut memengaruhi sepak terjang Persela Lamongan musim ini. Banyak klub yang berbenah untuk menjadi klub yang lebih bergengsi. Persipura Jayapura, Arema Cronous, Persib Bandung, Mitra Kukar, hingga Sriwijaya FC, telah melakukan langkah-langkah serius untuk memperbaiki timnya agar lebih dahsyat di ISL 2013.
Logikanya, jika lima besar saja kekuatannya seperti itu, papan atas mana lagi yang iincar Persela dengan kualitas tim rata-rata? Parahnya, Persela justru harus mengaku kalah dibanding Persepam Madura United, tim tetangga yang berstatus debutan dan bermodal pemain tak terkenal. Apa pun yang dicapai musim ini, kesimpulannya Persela menjadi klub paling gagal di antara kontestan ISL dari Jawa Timur.
Tak berlebihan, itu sebuah pencapaian paling fenomenal yang pernah dilakukan Laskar Joko Tingkir di ISL. Sebelumnya, Persela hanyalah tim medioker yang berkeliaran di papan tengah dan bawah. Maklum jika peringkat empat memunculkan optimisme tinggi di benak LA Mania. Apalagi manajemen menetapkan target mewah, yakni papan atas atau tiga besar.
Namun impian tak selalu sesuai kenyataan. Memulai musim kompetisi 2012-2013 dengan konfidensi tinggi, berbagai aral menghadang Persela di tengah jalan. Konsistensi tim limbung, sejak awal musim sama sekali tak terlihat sinyal mereka bakal menjadi tim yang kompetitif.
Ditangani pelatih Gomes de Oliviera yang disebut-sebut bakal lebih baik dibanding Miroslav Janu, Laskar Joko Tingkir masih menjalani tradisi khas sebagai tim biasa-biasa saja. Menang atau seri di kandang sendiri, lalu kalah di kandang lawan. Gomes pun tak bertahan lama.
Persela kemudian dikendalikan Pelatih Caretaker Didik Ludiyanto sebagai penerus kerja Gomes de Oliviera. Tak disangka pelatih muda yang masih belum memiliki lisensi kepelatihan A ini bertahan hingga akhir musim. Padahal sempat ada kabar dia bakal digantikan Alfredo Vera.
Finish di posisi 12 klasemen akhir jelas menunjukkan Persela kembali ke posisi yang sebenarnya. Musim sebelumnya kala menjadi tim empat besar ternyata hanyalah mimpi, atau mungkin keberuntungan, rezeki nomplok. Laskar Joko Tingkir tak mampu menaikkan derajat mereka menjadi lebih baik.
Terlalu banyak aspek yang membuat Persela demikian gontai sepanjang musim kompetisi. Mulai dari pergantian pelatih, semakin ketatnya peta persaingan diISL, serta faktor lain. Di bawah ini adalah fakta-fakta yang menyebabkan Persela kembali tim medioker;
1. Pergantian Pelatih
Pergantian nakhoda tim selalu berefek kurang bagus untuk sebuah tim. Tapi itulah yang harus dilakukan Persela ketika Gomes de Oliviera tak mampu mencatat start bagus di Stadion Surajaya. Manajemen akhirnya memecat mantan pelatih Persiwa Wamena itu dan memercayai Didik Ludiyanto sebagai pelatih caretaker.
Idealnya pelatih caretaker hanya bekerja sementara sambil menunggu pelatih anyar. Tapi ternyata Persela melanjutkan kerja sang caretaker hingga akhir musim. Tanpa meremehkan kualitas Didik, sangat sulit bagi sebuah tim menggapai impian besar bermodalkan pelatih yang belum berpengalaman.
Dipertahankannya Didik Ludiyanto hingga akhir musim seakan menggambarkan kepasrahan Persela terhadap situasi tim. Jadi, finish di papan bawah sebenarnya sangat pantas karena tim biru laut nyaris tak melakukan apa-apa untuk menyelamatkan target papan atas, minimal menunjuk pelatih yang menjanjikan.
2. Transfer Buruk
Sebagai tim yang bermimpi papan atas, seharusnya Persela sangat aktif di bursa transfer sebelum musim bergulir dengan mendatangkan pemain yang prospektif. Tapi itu tak pernah dilakukan tim asal Kota Soto.
Pemain yang didatangkan Gomes de Oliviera tak memenuhi kriteria sebagai pemain kelas satu. Salah satu keanehan transfer Persela adalah merekrut Han Sang Min sebagai centre back. Padahal semua paham bahwa dia adalah pemain tengah ketika berkostum Persema Malang dan belum pernah menjadi bek.
Terbukti, penampilan pemain asal Korea Selatan ini tidak pernah stabil mendampingi Roman Golian. Rekrutmen seperti Arifki Eka Putra Gilang Angga nyatanya juga tak berguna. Justru pemain lama seperti Jimmy Suparno, Zaenal Arifin, Dhanu Rosade, yang memiliki kontribusi lumayan untuk tim hingga musim berakhir.
Dalam situasi kurang menjanjikan, Persela kembali pasif di bursa transfer pertengahan musim. Hanya Taufik Kasrun yang pulang kampung setelah merantau ke Sriwijaya FC.
3. Menurunnya Gustavo Lopez
Kapten tim Persela Gustavo Lopez mungkin menjadi salah satu pemain yang kecewa di Surajaya musim ini. Berharap timnya mendapat posisi mentereng di klasemen, dia bahkan tak mendapatkan tandem memadai di lini tengah.
Kepergian Gede Sukadana ke Arema membuat Gustavo tak memiliki partner sehati. Pelatih juga beberapa kali bereksperimen mencari pasangan playmaker tersebut. Catur Pamungkas, Fandi Eko Utomo, Dhanu Rosade adalah deretan pemain yang pernah dijajal sebagai pendukung Gustavo Lopez.
Sayang tak satu pun yang benar-benar bisa nyetel dengan sang kapten. Tak pelak, performa pemain asal Argentina ini menurun drastis, umpan-umpan akuratnya jarang terlihat, gol-golnya menjadi seret. Kesimpulannya, dia sudah tidak nyaman lagi bermain di Surajaya. Rupanya Gustavo sangat paham bahwa komposisi tim Persela sama sekali tidak kompetitif seperti yang diharapkannya.
4. Peta Persaingan
Persaingan kompetisi di ISL juga turut memengaruhi sepak terjang Persela Lamongan musim ini. Banyak klub yang berbenah untuk menjadi klub yang lebih bergengsi. Persipura Jayapura, Arema Cronous, Persib Bandung, Mitra Kukar, hingga Sriwijaya FC, telah melakukan langkah-langkah serius untuk memperbaiki timnya agar lebih dahsyat di ISL 2013.
Logikanya, jika lima besar saja kekuatannya seperti itu, papan atas mana lagi yang iincar Persela dengan kualitas tim rata-rata? Parahnya, Persela justru harus mengaku kalah dibanding Persepam Madura United, tim tetangga yang berstatus debutan dan bermodal pemain tak terkenal. Apa pun yang dicapai musim ini, kesimpulannya Persela menjadi klub paling gagal di antara kontestan ISL dari Jawa Timur.
(aww)