Selamat datang liga unifikasi
A
A
A
Sindonews.com - Akhirnya, Indonesia Super League (ISL) yang juga disebut liga unifikasi dimulai pada Sabtu (1/1). Dari tanah Papua, Persipura Jayapura membuka musim baru dengan memberikan penderitaan berupa tiga gol tak berbalas kepada tamunya Persela Lamongan.Inilah liga yang ditunggu-tunggu publik bola tanah air setelah sekitar tiga tahun dililit perpecahan dan dualisme kompetisi. Pada akhirnya hanya ada satu kompetisi kasta tertinggi di bawah PSSI dengan anggota total sebanyak 22 tim yang terbagi dua wilayah.Sayang nuansa liga unifikasi yang mestinya menjadi momentum kebangkitan sepakbola nasional belum begitu terasa. Walau ada empat anggota baru dari Indonesian Premier League dan perubahan format wilayah, nyatanya liga ini masih seperti tahun sebelumnya.Masih ada klub yang bermasalah dengan gaji pemain. Malah di pertandingan hari pertama antara Persebaya kontra Mitra Kukar diwarnai keputusan kontroversial wasit. Tidak ada sinyal adanya sebuah revolusi di awal kompetisi sejauh ini.Perubahan yang sangat berefek di publik justru perubahan hak siar ISL yang selama bertahun-tahun dipegang ANTV. MNC Grup mulai mengambil alih tayangan, walau saya dengar pemegang hak siarnya adalah K-vision. Perubahan ini langsung memantik kasak-kusuk.Sejumlah komunitas supporter mengeluh karena jatah melihat tayangan langsung timnya menjadi berkurang. Sistem broadcast tahun ini memang berbeda dengan sebelumnya. Ada pertandingan yang hanya disiarkan channel berbayar alias tidak gratis.Tapi tetap ada pertandingan yang langsung bisa dinikmati di televisi nasional. Menurut saya ini progres baru di sepakbola Indonesia. Dalam sepakbola industri, menonton secara gratis hanya terjadi di 'zaman bar-bar'. Sudah sering diulas bahwa Indonesia termasuk beruntung bisa setiap saat menyaksikan sepakbola tanpa keluar duit.Tak selamanya harus begitu jika melihat bagaimana rupa sepakbola Indonesia yang sebagian klubnya kantong kering. Selama penyiaran di tivi berbayar itu menambah revenue bagi PT Liga Indonesia sekaligus menambah pembagian hak siar untuk klub, justru harus dilakukan.Namun dengan catatan semua dilakukan dengan transparan. PT Liga Indonesia idealnya memberikan penjelasan secara detil berapa nilai kontrak hak siar, berapa bagian yang diterima klub, bagaimana sistem pembagiannya nanti. Semua harus jelas dan terbuka.Bukan hanya memberikan penjelasan itu kepada klub kontestan, tapi juga kepada publik atau supporter. Operator liga bertanggungjawab memberikan penjelasan terkait perubahan hak siar serta plus-minusnya. Dengan begitu khalayak tidak hanya bisa kasak-kusuk.Selama ini sepakbola Indonesia memang kurang terbuka kalau sudah menyangkut duit. Mungkin hanya segelintir yang tahu, berapa angka pemasukan PT Liga Indonesia dari sponsor dan hak siar. Seperti ini yang harus ikut diubah ketika menginginkan sepakbola lebih modern dan transparan.Runtuhnya hegemoni ANTV sebagai pemegang hak siar ISL memang sangat terasa dibanding aspek lainnya. Paling tidak kalau dulu hanya bisa menonton siaran langsung dari wilayah Jawa, Sumatera dan Kalimantan, sekarang sudah berbeda dan cakupannya lebih luas.Pertandingan di Papua yang dulunya sepi dari siaran langsung, sekarang sudah tercover. Itu sisi positifnya. Sedangkan sisi negatifnya, bagi sebagian supporter, tidak semua pertandingan tim kesayangannya bisa disaksikan secara gratis dari tabung kaca.Saya paham penikmat sepakbola nasional mayoritas adalah kalangan dengan strata ekonomi dan edukasi menengah ke bawah. Sangat berat atau bahkan ada yang mustahil jika harus berlangganan televisi berbayar hanya untuk menikmati pertandingan ISL.Akan tetapi era sudah saatnya berubah. Ibaratnya begini, jika supporter datang ke stadion dengan membayar tiket, maka dia membantu keuangan klub. Itu sama dengan ketika berlangganan tivi berbayar, karena pembagian hak siar untuk timnya juga ikut bertambah.Tapi semua tetap kembali lagi ke operator liga bagaimana mengelola itu. Saya tidak membela dan menganggap tivi berbayar lebih baik, jika nantinya pengelolaan hak siar tetap tradisional. Macam apa pun televisi yang menyiarkan, tetap ada plus-minusnya karena semua tergantung tata kelola.Lucunya, sepakbola musim ini juga dikaitkan dengan unsur politis. Ada yang bilang perubahan hak siar ada pengaruh politik. Beberapa waktu lalu juga ada yang menyebut format kompetisi dua wilayah berbau politik. Arema Cronus juga terjangkiti isu politik.Yang di Arema memang agak nyleneh. Bertahun-tahun memakai jersery dengan warna dominan biru, tiba-tiba musim ini muncul warna kuning. Kalau putih memang pernah, ketika Arema baru diakuisisi PT Bentoel Prima pada 2003. Tapi kuning?Karpet yang digunakan untuk launching tim juga berwarna kuning. Salah satu teman Aremania juga mengeluhkan gesture sekaligus slogan salah satu petinggi Arema yang mengarah pada satu partai tertentu. Dan partai itu identik dengan pengelola klub.Salah satu pendiri Arema Ovan Tobing berusaha mendinginkan suasana dengan meyatakan Singo Edan memiliki sejarah dengan warna kuning. Tetap saja ada yang merasa janggal. Teman saya yang Aremania tadi dengan enteng menyahut, "Kalau begitu, kenapa kuning gak muncul dari dulu? Kok baru sekarang muncul. Wajar kan kalau supporter curiga?". Embuh Ker. Ayas yo kadit itreng.*
(wbs)