Macan Putih dan Kisah Dua Legenda
A
A
A
KEDIRI - Persik Kediri untuk kedua kalinya melewati masa kritis di kancah sepak bola profesional. Setelah musim lalu promosi ke Indonesia Super League (ISL) dengan susah payah di babak semifinal, kisah yang nyaris sama terjadi di kompetisi kasta tertinggi musim ini.
Musim lalu, ketika masih di Divisi Utama, Persik susah payah meraih peringkat ketiga setelah mengalahkan Persikabo Bogor. Perjalanan impresif selama semusim di Divisi Utama tak menjamin Persik mulus di babak semifinal karena sempat dikalahkan Perseru Serui.
Kini setelah benar-benar di ISL, Macan Putih kembali mengalami kesulitan besar walau akhirnya lolos dari lubang jarum. Perbedaannya, kali ini Persik tidak kompetitif sepanjang musim dan kepastian bertahan di ISL hanya ditentukan hasil laga kandang.
Paling menarik dari perjalanan Macan Putih adalah sosok di balik kesuksesan dalam dua musim terakhir. Di dua musim dalam kompetisi berbeda, Macan Putih sama-sama diselamatkan oleh dua pemain legenda mereka yakni Aris Budi Sulistyo dan Musikan.
Aris menyelamatkan Persik setelah tiga musim mendekam di Divisi Utama. Sedangkan Musikan menyelamatkan tim ungu dari ancaman degradasi, setelah menggantikan posisi Aris yang mengundurkan diri sebelum putaran pertama ISL silam.
Aris dan Musikan pernah berjibaku di periode yang sama selama menjadi pemain di Stadion Brawijaya. Kedua pelatih muda tersebut juga berjasa membawa Persik mengangkat trofi kampiun Liga Indonesia pada musim 2003 dan 2006.
Dua legenda yang kebetulan melanjutkan kebersamaan sebagai asisten pelatih ketika Persik bermain di ISL. Peran keduanya pun sama persis, misalnya pengatuh yang lebih dominan dibanding pelatih yang sebenarnya yakni Hartono Ruslan.
Dari aspek strategi pun tak banyak perbedaan. Aris dan Musikan memiliki karakter menyerang dan mengidolai kecepatan di timnya. Persamaan lainnya sudah jelas, kedua sosok ini belum memiliki lisensi memadai untuk menjadi pelatih kepala di level ISL. Alasan ini yang membuat Persik 'menyewa'
Hartono Ruslan.
Kemampuan melatih kedua legenda tersebut tentu kebanggaan tersendiri bagi Persik Kediri. Mungkin juga nantinya bakal muncul pelatih-pelatih baru dari Brawijaya, misalnya Khusnul Yuli, Harianto atau pemain yang sekarang masih berlarian di lapangan.
Kiper senior Wahyudi pun kini sudah didapuk sebagai pelatih kiper setelah mundurnya Andy Syukrian. "Persik memiliki beberapa sosok yang potensial sebagai pelatih bagus. Tapi memang kendala utama yang dihadapi mereka adalah lisensi," ujar Sekretaris Persik Barnadi.
Khusus di ISL, minimal pelatih harus berlisensi A Nasional. Sedangkan Aris Budi Sulistyo dan Musikan belum mengantongi lisensi tersebut. Sehingga lagi-lagi Musikan bisa bernasib sama dengan Aris Budi, sulit untuk naik level menjadi head coach alias pelatih kepala.
Belum ada kejelasan dari manajemen apakah musim depan tetap memakai formula pelatih seperti sekarang ini. Skema 'pelatih boneka' dan satu asisten pelatih produk lokal memang memberi kesempatan pada pelatih muda. Tapi konsekuensinya ada pada daya kompetitif tim.
Barnadi pun berharap pelatih-pelatih muda seperti Musikan dan Aris Budi terus mengejar lisensi yang memadai karena memiliki pengalaman bagus. Dengan begitu karir kepelatihan tidak terbatas hanya karena lisensi yang kurang memadai.
Musim lalu, ketika masih di Divisi Utama, Persik susah payah meraih peringkat ketiga setelah mengalahkan Persikabo Bogor. Perjalanan impresif selama semusim di Divisi Utama tak menjamin Persik mulus di babak semifinal karena sempat dikalahkan Perseru Serui.
Kini setelah benar-benar di ISL, Macan Putih kembali mengalami kesulitan besar walau akhirnya lolos dari lubang jarum. Perbedaannya, kali ini Persik tidak kompetitif sepanjang musim dan kepastian bertahan di ISL hanya ditentukan hasil laga kandang.
Paling menarik dari perjalanan Macan Putih adalah sosok di balik kesuksesan dalam dua musim terakhir. Di dua musim dalam kompetisi berbeda, Macan Putih sama-sama diselamatkan oleh dua pemain legenda mereka yakni Aris Budi Sulistyo dan Musikan.
Aris menyelamatkan Persik setelah tiga musim mendekam di Divisi Utama. Sedangkan Musikan menyelamatkan tim ungu dari ancaman degradasi, setelah menggantikan posisi Aris yang mengundurkan diri sebelum putaran pertama ISL silam.
Aris dan Musikan pernah berjibaku di periode yang sama selama menjadi pemain di Stadion Brawijaya. Kedua pelatih muda tersebut juga berjasa membawa Persik mengangkat trofi kampiun Liga Indonesia pada musim 2003 dan 2006.
Dua legenda yang kebetulan melanjutkan kebersamaan sebagai asisten pelatih ketika Persik bermain di ISL. Peran keduanya pun sama persis, misalnya pengatuh yang lebih dominan dibanding pelatih yang sebenarnya yakni Hartono Ruslan.
Dari aspek strategi pun tak banyak perbedaan. Aris dan Musikan memiliki karakter menyerang dan mengidolai kecepatan di timnya. Persamaan lainnya sudah jelas, kedua sosok ini belum memiliki lisensi memadai untuk menjadi pelatih kepala di level ISL. Alasan ini yang membuat Persik 'menyewa'
Hartono Ruslan.
Kemampuan melatih kedua legenda tersebut tentu kebanggaan tersendiri bagi Persik Kediri. Mungkin juga nantinya bakal muncul pelatih-pelatih baru dari Brawijaya, misalnya Khusnul Yuli, Harianto atau pemain yang sekarang masih berlarian di lapangan.
Kiper senior Wahyudi pun kini sudah didapuk sebagai pelatih kiper setelah mundurnya Andy Syukrian. "Persik memiliki beberapa sosok yang potensial sebagai pelatih bagus. Tapi memang kendala utama yang dihadapi mereka adalah lisensi," ujar Sekretaris Persik Barnadi.
Khusus di ISL, minimal pelatih harus berlisensi A Nasional. Sedangkan Aris Budi Sulistyo dan Musikan belum mengantongi lisensi tersebut. Sehingga lagi-lagi Musikan bisa bernasib sama dengan Aris Budi, sulit untuk naik level menjadi head coach alias pelatih kepala.
Belum ada kejelasan dari manajemen apakah musim depan tetap memakai formula pelatih seperti sekarang ini. Skema 'pelatih boneka' dan satu asisten pelatih produk lokal memang memberi kesempatan pada pelatih muda. Tapi konsekuensinya ada pada daya kompetitif tim.
Barnadi pun berharap pelatih-pelatih muda seperti Musikan dan Aris Budi terus mengejar lisensi yang memadai karena memiliki pengalaman bagus. Dengan begitu karir kepelatihan tidak terbatas hanya karena lisensi yang kurang memadai.
(aww)