Hegerberg Pesepak Bola Wanita Pertama yang Raih Ballon d’Or

Kamis, 28 Februari 2019 - 12:09 WIB
Hegerberg Pesepak Bola Wanita Pertama yang Raih Ballon d’Or
Hegerberg Pesepak Bola Wanita Pertama yang Raih Ballon d’Or
A A A
ADA Hegerberg menjadi pesepak bola wanita pertama di dunia yang mendapat bola emas atau Ballon d’Or. Siapa sangka dulunya dia adalah sosok yang begitu antisepak bola. Bagaimana ceritanya? Pagi itu cuaca akhir pekan di Sunndalsora, Norwegia begitu bersahabat. Kota kecil yang hanya dihuni 7.000 orang itu tengah memulai aktivitas akhir pekan yang biasanya diisi dengan kegiatan keluarga.

Bagi pasangan keluarga Stein Erik Hegerberg dan Gerd Stolsmo, akhir pekan adalah waktunya bermain bola. Bagi Kota Sunndalsora, Erik dan Gerd bukanlah pasangan suami-istri biasa. Keduanya adalah pelatih sepak bola salah satu klub kecil di kota itu. Jadi, tidak heran jika pasangan Erik dan Gerd selalu membawa ketiga anak mereka, Andrine, Ada, dan Silas ke lapangan sepak bola.

Di lapangan sepak bola itulah, Erik dan Gerd melatih anak-anak muda berbakat di Kota Sunndalsora. Termasuk anak tertua mereka, Andrine, yang justru berhasil menjadi kapten tim yang seluruhnya dihuni anak laki-laki. Bermain sepak bola di Sunndalsora memang sangat jauh berbeda dibandingkan kota-kota lainnya di dunia. Di kota ini tidak ada perbedaan antara anak perempuan dan anak laki-laki.

Semuanya boleh bermain asal memiliki kemampuan yang besar. Saat kakaknya bermain, Ada dan Silas hanya melihat dari pinggir lapangan. Di situ mereka sangat jelas melihat mengapa ibu mereka, Gerd, sangat percaya diri memberikan ban kapten kepada kakak mereka. Bukan karena adanya sibling rivalry, Ada justru tidak suka melihat kakaknya bermain.

Dia justru menghabiskan waktunya dengan membaca buku dan minum soda. Hingga suatu saat, ada seorang penonton yang bertanya kepada anak perempuan yang lahir pada 10 Juli 1995 itu. “Ada, kalau kamu sudah besar, kamu mau jadi apa?” tanya penonton itu. Ada yang tengah membaca langsung kebingungan menjawab pertanyaan itu.

Karena Ada terdiam, penonton itu kembali bertanya. “Pasti mau main sepak bola seperti kakak kamu kan?” tanyanya membantu kebingungan. Ada yang semula terdiam langsung mengernyitkan dahi. Bermain bola? Itu adalah hal yang paling akhir yang dia inginkan. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya disuruh bermain sepak bola. “Tidak, saya akan mendapatkan pekerjaan yang lebih benar,” katanya serius.

Ayah Ada, Erik, langsung tertawa mendengar jawaban itu. Dia tahu betul kalau Ada bukanlah sosok yang begitu senang dengan bermain bola. Mereka bahkan tidak memaksa Ada untuk mengikuti jejak kakaknya, Andrine, yang sudah terkenal di Sunndalrosa. Namun, semua berubah ketika Ada akhirnya benar-benar jatuh cinta pada sepak bola. Awalnya secara tidak sengaja Ada melihat klub sepak bola Liga Inggris, Arsenal, bertanding.

Saat itu, dia melihat salah seorang pemain Prancis yang begitu lihai dalam memainkan si kulit bundar. “Dia seperti menari-nari. Dari sisi-sisi pinggir lapangan hingga dari tengah. Dia bisa di mana saja menyisir lapangan. Namanya Thierry Henry,” kenang Ada. Sosok itulah yang akhirnya berhasil mengubah cara pandang Ada pada sepak bola. Keesokan harinya dia meminta pada Erik dan Gerd untuk berlatih sepak bola.

Erik yang kaget dengan permintaan itu langsung kebingungan. Dia balik bertanya mengenai perubahan sikap anak keduanya itu. “Kalau kamu memang benar-benar mau, kami akan mendukung kamu 100%. Tapi asal kamu benar-benar mau melakukannya, bukan karena iri dengan kakak kamu,” ujar Erik waktu itu.

“Saya ingin melakukannya lebih dari apa yang saya inginkan di dunia ini. 1.000% saya ingin menjalaninya,” jawab Ada. Erik dan Gerd terdiam sesaat waktu itu. Mereka tahu di Sunndalsora, kedua anaknya, Andrine dan Ada, memang akan mendapatkan tempat yang istimewa di lapangan sepak bola.

Tapi bagaimana dengan di dunia? Mereka tahu pesepak bola wanita masih dipandang sebelah mata. Tidak ada media yang mau meliput mereka. Pertandingan sepak bola wanita bahkan tak pernah mengundang perhatian banyak orang. Tak ada masa depan buat kedua anaknya, tapi bagi Ada bukan itu keinginannya. Bak orang yang cinta pada pandangan pertama, Ada tak ingin melepaskan dunia baru itu. Motivasinya bukan uang dan popularitas karena memang tidak ada di sana.

“Bukan karena uang, tapi karena memang saya sudah kadung cinta,” ujar Ada. Api cinta itulah yang mentransformasi jalan hidup Ada. Dia benar-benar termotivasi setiap kali berada di lapangan hijau. Dia tertawa dan bangga saat berhasil memenangi pertandingan dan menangis sedih sepanjang perjalanan ke rumah ketika timnya kalah.

Hingga pada saatnya Ada menagih komitmen kepada kedua orang tuanya untuk pergi meninggalkan Norwegia. Dia ingin merasakan kompetisi yang lebih berat lagi guna meningkatkan kemampuannya mengolah si kulit bundar. Akhirnya pasangan Erik dan Gerd harus merelakannya pergi. Mereka hanya bisa sedikit bernapas lega karena saat itu, Andrine, masih ikut menemaninya pergi ke klub Liga Sepak Bola Jerman Jerman, FFC Turbine Postdam.

Pasangan adik kakak ini begitu dominan di Liga Sepak Bola Wanita Jerman. Bahkan, keduanya berhasil mengangkat nama FFC Turbine Postdam ke level atas Liga Jerman karena berhasil menjadi runner up musim 2012-2013. Keduanya terus bersama hingga akhirnya berpisah saat Ada dikontrak oleh klub Liga Prancis, Lyon FC.

Ada satu pertimbangan khusus mengapa Ada memilih Lyon FC ketimbang klub lainnya. Lyon FC mengingatkan dia akan kampung halamannya, Sunndalrosa. Seperti di Sunndalrosa, Lyon FC memperlakukan pesepak bola pria dan wanita dengan cara yang sama. Sama sekali tidak ada perbedaan perlakuan di antara mereka.

“Pesepak bola pria dan perempuan itu diperlakukan seperti rekan. Semudah itu dan bukannya itu harus terjadi di semua bidang? Setiap atlet perempuan berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkembang. Investasi yang diberikan pada pesepak bola pria dan perempuan jangan dianggap hanya pada kepentingan finansial,” ucap Ada.

Lingkungan yang sportif inilah yang kemudian berhasil membentuk Ada menjadi sosok yang sangat inspirasional. Dia berlatih dengan keras hingga mampu membentuknya menjadi pesepak bola wanita berkelas. Di Liga Prancis, dia berhasil membawa Lyon mendominasi Division 1 Feminine. Selama tiga musim dia bahkan menjadi top skor liga tersebut.

Kiprahnya yang dominan inilah yang kemudian membuat France Football untuk pertama kalinya menganugerahkan bola emas kepada pesepak bola wanita terbaik di dunia. Dan orang yang paling berhak menerimanya adalah Ada Hegerberg. “Ini terjadi pada saya dan saya yakin ini bisa terjadi kepada semua wanita,” ujarnya.

Ada menambahkan yang dia maksudkan bukanlah prestasi yang gemilang. Namun, yang paling penting adalah penghargaan. Setiap wanita perlu diperlakukan sama dengan pria dan juga mendapatkan penghargaan yang sama atas apa saja yang mereka perjuangkan.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9389 seconds (0.1#10.140)