Cedera Serena dan Berubahnya Peta Kekuatan Tenis Putri Dunia
A
A
A
WUHAN - Tahun bisa dibilang jadi puncak kesialan Serena Williams. Bagaimana tidak, statusnya sebagai petenis tunggal putri nomor satu dunia lenyap di 2016 yang semuanya bermula ketika ia mengalami cedera tahun lalu.
Tahun ini, petenis Jerman Angelique Kerber sukses jadi ratu tenis dunia. Kemenangannya di AS Terbuka menggeser Serena dari posisi nomor satu dunia berdasarkan rangking WTA.
Prestasi yang membanggakan bagi Kerber di mana ia bisa mengikuti jejak Steffi Graf sebagai petenis Jerman yang bisa menguasai tenis dunia. Namun tidak dengan Serena, adik kandung Venus Williams mesti rela posisinya yang sudah bertahan selama 186 minggu lenyap.
Cikal bakal lengsernya Serena sebenarnya tampak sejak tahun lalu. Pada 2015, tepatnya di ajang Indian Wells, petenis berusia yang ketika itu masih berusia 34 tahun mengalami cedera lutut di semifinal ketika menghadapi Simona Halep.
Dok: CNN.com
"Saya bermimpi bisa melakukannya (setelah terakhir kali juara di Indian Wells pada 2001). Saya tidak akan mampu melakukannya tanpa penggemar. Meskipun berakhir lebih cepat karena cedera, saya harus mengatakan sudah tidak sabar untuk mencoba lagi tahun depan. Terimakasih semuanya," ucap Serena lewat jejaring sosialnya kala itu.
Cedera itu jadi awal petaka Serena. Meski bisa menang di gelaran Prancis Terbuka, Wimbledon, dan AS Terbuka, Serena setidaknya mesti melewatkan enam turnamen akibat cedera, termasuk final WTA yang akhrnya dimenangkan Agnieszka Radwanska. "Tahun ini, atau setidaknya tahun lalu kami tahu Serena, dia tidak mendapatkan hasil yang diinginkan," ujar Carla Suarez Navarro seperti dilansir dari Tennis World USA, Senin (26/9/2016).
Dampak dari cedera itu berlanjut tahun ini. Dari delapan turnamen yang diikuti sejauh ini hingga September (termasuk Olimpiade Rio 2016), Serena cuma bisa menang dua kali di Italia Terbuka dan Wimbledon. Ia gagal pertahankan gelar di Australia Terbuka, Prancis Terbuka, dan AS Terbuka.
Rangkingnya anjlok. Serena pun disalip Kerber yang jadi pemenang di Australia Terbuka dan AS Terbuka.
Banyak faktor yang jadi penyebab menurunnya performa Serena. Seperti dikutip dari USA Today 9 September lalu, usia yang tak lagi muda jadi poin utamanya.
Berkah Petenis Muda
Kondisi Serena pun seolah jadi keuntungan untuk petenis muda. Bukannya bermaksud mensyukuri musibah yang dialami pemilik 22 gelar grand slam, tapi di sinilah momentum kebangkitan petenis muda mulai terlihat.
Sebagai contoh, Simona Halep yang baru berusia 24 tahun, bisa menang pertama kalinya tahun lalu. Petra Kvitova pun demikian, meski usianya kala itu tak muda-muda amat, 25 tahun. Di Kanada Terbuka 2015, Serena bahkan kalah dari Belinda Bencic yang baru berusia 18 tahun.
Tahun ini, banyak petenis muda lainnya yang bisa unjuk gigi kala menghadapi Serena. Setelah debutan Garbine Muguruza yang secara mengejutkan bisa menang atas Serena di final Prancis Terbuka lalu, Karolina Pliskova pun bisa menyingkirkan seniornya di semifinal AS Terbuka, kendati pada akhirnya kalah di final dari Kerber.
Dok: USAToday.com
Belum lagi petenis berusia matang (25-30 tahun) seperti Carla Suarez Kerber yang jelas makin bernafsu menangkan trofi. Peta kekuatan tenis sedikit demi sedikit pun berubah.
Hal itu yang dikomentari Carla Suarez. Ia menyebut perubahan besar terjadi di cabang tenis setelah beberapa petenis lain bisa menang di kejuaraan utama. Merujuk pada kemenangan Kerber, ia pun memprediksi petenis yang lebih muda akan bisa berprestasi lebih baik dalam beberapa tahun ke depan.
"Perubahan baru untuk tenis, penggemar, dan juga kami, sebab kami tahu kami bisa membuka peluang tersebut. Ini bagus. Pemain, seperti yang masih berusia 18 tahun, mereka bermain sangat bagus, mereka sangat cepat," ucapnya.
"Kemudian ada pemain lain yang terus berkembang dari tahun ke tahun untuk meraih hasil lebih baik. Seperti, Angie (sapaan Kerber -red) yang kini jadi petenis nomor satu dunia. Tapi bagi saya, itu adalah motivasi yang bagus sebab semuanya punya peluang menangkan grand slam.
"Kami punya banyak contoh, seperti Flavia Pennetta dan Angie misalnya. Ya, tenis banyak berubah sedikit demi sedikit. Tahun sebelumnya, banyak petenis muda berusia 18 hingga 21 tahun bisa menangkan grand slam. Sekarang, itu berubah. Pemain makin tua, mereka mulai bermain bagus, menangkan grand slam. Itu sangat bagus bagi petenis seusia saya," tutupnya.
Tahun ini, petenis Jerman Angelique Kerber sukses jadi ratu tenis dunia. Kemenangannya di AS Terbuka menggeser Serena dari posisi nomor satu dunia berdasarkan rangking WTA.
Prestasi yang membanggakan bagi Kerber di mana ia bisa mengikuti jejak Steffi Graf sebagai petenis Jerman yang bisa menguasai tenis dunia. Namun tidak dengan Serena, adik kandung Venus Williams mesti rela posisinya yang sudah bertahan selama 186 minggu lenyap.
Cikal bakal lengsernya Serena sebenarnya tampak sejak tahun lalu. Pada 2015, tepatnya di ajang Indian Wells, petenis berusia yang ketika itu masih berusia 34 tahun mengalami cedera lutut di semifinal ketika menghadapi Simona Halep.
Dok: CNN.com
"Saya bermimpi bisa melakukannya (setelah terakhir kali juara di Indian Wells pada 2001). Saya tidak akan mampu melakukannya tanpa penggemar. Meskipun berakhir lebih cepat karena cedera, saya harus mengatakan sudah tidak sabar untuk mencoba lagi tahun depan. Terimakasih semuanya," ucap Serena lewat jejaring sosialnya kala itu.
Cedera itu jadi awal petaka Serena. Meski bisa menang di gelaran Prancis Terbuka, Wimbledon, dan AS Terbuka, Serena setidaknya mesti melewatkan enam turnamen akibat cedera, termasuk final WTA yang akhrnya dimenangkan Agnieszka Radwanska. "Tahun ini, atau setidaknya tahun lalu kami tahu Serena, dia tidak mendapatkan hasil yang diinginkan," ujar Carla Suarez Navarro seperti dilansir dari Tennis World USA, Senin (26/9/2016).
Dampak dari cedera itu berlanjut tahun ini. Dari delapan turnamen yang diikuti sejauh ini hingga September (termasuk Olimpiade Rio 2016), Serena cuma bisa menang dua kali di Italia Terbuka dan Wimbledon. Ia gagal pertahankan gelar di Australia Terbuka, Prancis Terbuka, dan AS Terbuka.
Rangkingnya anjlok. Serena pun disalip Kerber yang jadi pemenang di Australia Terbuka dan AS Terbuka.
Banyak faktor yang jadi penyebab menurunnya performa Serena. Seperti dikutip dari USA Today 9 September lalu, usia yang tak lagi muda jadi poin utamanya.
Berkah Petenis Muda
Kondisi Serena pun seolah jadi keuntungan untuk petenis muda. Bukannya bermaksud mensyukuri musibah yang dialami pemilik 22 gelar grand slam, tapi di sinilah momentum kebangkitan petenis muda mulai terlihat.
Sebagai contoh, Simona Halep yang baru berusia 24 tahun, bisa menang pertama kalinya tahun lalu. Petra Kvitova pun demikian, meski usianya kala itu tak muda-muda amat, 25 tahun. Di Kanada Terbuka 2015, Serena bahkan kalah dari Belinda Bencic yang baru berusia 18 tahun.
Tahun ini, banyak petenis muda lainnya yang bisa unjuk gigi kala menghadapi Serena. Setelah debutan Garbine Muguruza yang secara mengejutkan bisa menang atas Serena di final Prancis Terbuka lalu, Karolina Pliskova pun bisa menyingkirkan seniornya di semifinal AS Terbuka, kendati pada akhirnya kalah di final dari Kerber.
Dok: USAToday.com
Belum lagi petenis berusia matang (25-30 tahun) seperti Carla Suarez Kerber yang jelas makin bernafsu menangkan trofi. Peta kekuatan tenis sedikit demi sedikit pun berubah.
Hal itu yang dikomentari Carla Suarez. Ia menyebut perubahan besar terjadi di cabang tenis setelah beberapa petenis lain bisa menang di kejuaraan utama. Merujuk pada kemenangan Kerber, ia pun memprediksi petenis yang lebih muda akan bisa berprestasi lebih baik dalam beberapa tahun ke depan.
"Perubahan baru untuk tenis, penggemar, dan juga kami, sebab kami tahu kami bisa membuka peluang tersebut. Ini bagus. Pemain, seperti yang masih berusia 18 tahun, mereka bermain sangat bagus, mereka sangat cepat," ucapnya.
"Kemudian ada pemain lain yang terus berkembang dari tahun ke tahun untuk meraih hasil lebih baik. Seperti, Angie (sapaan Kerber -red) yang kini jadi petenis nomor satu dunia. Tapi bagi saya, itu adalah motivasi yang bagus sebab semuanya punya peluang menangkan grand slam.
"Kami punya banyak contoh, seperti Flavia Pennetta dan Angie misalnya. Ya, tenis banyak berubah sedikit demi sedikit. Tahun sebelumnya, banyak petenis muda berusia 18 hingga 21 tahun bisa menangkan grand slam. Sekarang, itu berubah. Pemain makin tua, mereka mulai bermain bagus, menangkan grand slam. Itu sangat bagus bagi petenis seusia saya," tutupnya.
(bbk)