Berhentikan Sarri, Ada Nuansa Romantisme Penunjukan Pirlo
loading...
A
A
A
TURIN - Diberhentikannya Maurizio Sarri , Sabtu (8/9/2020), meski sukses mempersembahkan scudetto kesembilan beruntun musim ini, merepresentasikan ketidakpuasan Juventus yang hanya garang di Seri A. Gelar liga yang telah menjadi rutinitas seolah hampir tidak berarti apa-apa bila gagal di Liga Champions.
Tapi, La Vecchia Signora justru melakukan perjudian berbau romantisme dengan menunjuk mantan bintangnya Andrea Pirlo sebagai pelatih anyar, beberapa jam setelah pencopotan Sarri. Juve tampaknya tidak mempertimbangkan alternatif apa pun yang mungkin tersedia. Sebut saja Mauricio Pochettino yang menganggur, begitu juga Massimiliano Allegri, mantan arsitek Juve periode 2014–2019.
Menjatuhkan pilihan kepada Pirlo sejujurnya memunculkan banyak pertanyaan. Dari sekian pertanyaan tersebut, salah satu jawabannya mungkin pada sisi romantisme tentang kisah heroik dari seorang Pep Guardiola di Barcelona atau Zinedine Zidane yang memberikan tiga gelar Liga Champions.
Masalahnya, Pirlo tidak memiliki pengalaman di dunia kepelatihan. Sejak mendaftar di kursus Lisensi Pro UEFA di Coverciano pada Agustus 2019, kariernya baru dimulai pada 30 Juli 2020, saat ditunjuk sebagai pelatih kepala klub Seri C Juventus U23, tim cadangan. Sembilan hari kemudian, Pirlo menandatangani kontrak dua tahun hingga Juni 2022 di tim utama. (Baca: Tersingkir dari Liga Champion, Ronaldo Minta Juventus Instrospeksi Diri)
“Keputusan didasarkan pada keyakinan bahwa Pirlo memiliki apa yang diperlukan untuk memimpin. Seorang ahli dengan dukungan skuad bertalenta untuk mengejar kesuksesan baru,” ungkap pernyataan resmi Juve dilansir football-italia.net.
Inilah kenapa jawaban dari keputusan direksi Juve menunjuk Pirlo hanya merujuk bahwa setiap klub menginginkan Guardiola mereka sendiri. Mereka menginginkan mantan pemain mereka sendiri, seseorang yang mendalami tradisi klub menangani tim utama. Persis yang dilakukan Barcelona saat mengangkat Guardiola pada 2008.
Guardiola mengambil alih klub dalam peran kepelatihan senior pertama dan memimpinnya ke level baru. Jika mau ditarik lebih jauh, ada juga Manchester United (MU) yang menunjuk Ole Gunnar Solskjaer, Chelsea saat memilih Frank Lampard, ataupun Zidane di Real Madrid.
Bedanya, keempat nama itu memiliki pengalaman. Guardiola ditunjuk setelah tahun luar biasa dengan menjuarai Tercera Divison B bersama Barcelona B (2007/08). Itu adalah pertaruhan, tapi berdasarkan bukti serius. Solskjaer diangkat setelah memenangkan gelar bersama Molde di Norwegia. (Baca: Bos Ganster Top Turki Mengaku Diminta Habisi Pendeta AS)
Lampard memiliki tingkat kesuksesan cukup baik pada musimnya menangani Derby County di kasta kedua Inggris (sebelum dia juga menggantikan Sarri). Sedangkan Zidane kenyang pengalaman menangani tim Castilla (2014–2016) dan asisten pelatih Real Madrid (2013) sebelum menjadi pelatih utama Los Blancos (2016).
Keraguan publik tentu menjadi tantangan besar bagi Pirlo . Berbekal karier fenomenalnya sebagai pemain juara, diharapkan bisa membawa Juve ke level tertinggi, terutama di Eropa. Sederet kesuksesannya saat membantu La Vecchia Signora menjuarai Seri A 2011–12, 2012–13, 2013–14, 2014–15, Coppa Italia 2014–15, dan Supercoppa Italiana 2012, 2013, semoga bisa memacunya mengembalikan peruntungan tim terutama di Eropa.
Tapi, La Vecchia Signora justru melakukan perjudian berbau romantisme dengan menunjuk mantan bintangnya Andrea Pirlo sebagai pelatih anyar, beberapa jam setelah pencopotan Sarri. Juve tampaknya tidak mempertimbangkan alternatif apa pun yang mungkin tersedia. Sebut saja Mauricio Pochettino yang menganggur, begitu juga Massimiliano Allegri, mantan arsitek Juve periode 2014–2019.
Menjatuhkan pilihan kepada Pirlo sejujurnya memunculkan banyak pertanyaan. Dari sekian pertanyaan tersebut, salah satu jawabannya mungkin pada sisi romantisme tentang kisah heroik dari seorang Pep Guardiola di Barcelona atau Zinedine Zidane yang memberikan tiga gelar Liga Champions.
Masalahnya, Pirlo tidak memiliki pengalaman di dunia kepelatihan. Sejak mendaftar di kursus Lisensi Pro UEFA di Coverciano pada Agustus 2019, kariernya baru dimulai pada 30 Juli 2020, saat ditunjuk sebagai pelatih kepala klub Seri C Juventus U23, tim cadangan. Sembilan hari kemudian, Pirlo menandatangani kontrak dua tahun hingga Juni 2022 di tim utama. (Baca: Tersingkir dari Liga Champion, Ronaldo Minta Juventus Instrospeksi Diri)
“Keputusan didasarkan pada keyakinan bahwa Pirlo memiliki apa yang diperlukan untuk memimpin. Seorang ahli dengan dukungan skuad bertalenta untuk mengejar kesuksesan baru,” ungkap pernyataan resmi Juve dilansir football-italia.net.
Inilah kenapa jawaban dari keputusan direksi Juve menunjuk Pirlo hanya merujuk bahwa setiap klub menginginkan Guardiola mereka sendiri. Mereka menginginkan mantan pemain mereka sendiri, seseorang yang mendalami tradisi klub menangani tim utama. Persis yang dilakukan Barcelona saat mengangkat Guardiola pada 2008.
Guardiola mengambil alih klub dalam peran kepelatihan senior pertama dan memimpinnya ke level baru. Jika mau ditarik lebih jauh, ada juga Manchester United (MU) yang menunjuk Ole Gunnar Solskjaer, Chelsea saat memilih Frank Lampard, ataupun Zidane di Real Madrid.
Bedanya, keempat nama itu memiliki pengalaman. Guardiola ditunjuk setelah tahun luar biasa dengan menjuarai Tercera Divison B bersama Barcelona B (2007/08). Itu adalah pertaruhan, tapi berdasarkan bukti serius. Solskjaer diangkat setelah memenangkan gelar bersama Molde di Norwegia. (Baca: Bos Ganster Top Turki Mengaku Diminta Habisi Pendeta AS)
Lampard memiliki tingkat kesuksesan cukup baik pada musimnya menangani Derby County di kasta kedua Inggris (sebelum dia juga menggantikan Sarri). Sedangkan Zidane kenyang pengalaman menangani tim Castilla (2014–2016) dan asisten pelatih Real Madrid (2013) sebelum menjadi pelatih utama Los Blancos (2016).
Keraguan publik tentu menjadi tantangan besar bagi Pirlo . Berbekal karier fenomenalnya sebagai pemain juara, diharapkan bisa membawa Juve ke level tertinggi, terutama di Eropa. Sederet kesuksesannya saat membantu La Vecchia Signora menjuarai Seri A 2011–12, 2012–13, 2013–14, 2014–15, Coppa Italia 2014–15, dan Supercoppa Italiana 2012, 2013, semoga bisa memacunya mengembalikan peruntungan tim terutama di Eropa.