Membaca Fluktuasi Inter Milan di Tangan Pelatih Antonio Conte
loading...
A
A
A
MILAN - Saat Antonio Conte datang ke Inter Milan, banyak yang berharap mantan pelatih Chelsea dan Juventus ini bisa mengubah peruntungan I Nerazzurri. Peruntungan dalam perburuan gelar Seri A .
Conte datang ke Milan dengan reputasi sebagai pelatih yang berhasil menaklukkan Seri A bersama Juventus dan Liga Primer saat menangani Chelsea. Harapan itu sempat diberikan Conte di awal musim sebelum akhirnya mengembalikan Inter ke habitat lama, seusai Jose Mourinho, gagal bersaing menjadi juara.
Vonis gagal juara di musim ini mungkin masih bisa didapat jika melihat teori kalkulasi poin yang tersisa di Seri A. Dengan sisa 10 pertandingan, artinya masih ada 30 poin yang dipertandingkan. Sementara dibandingkan Lazio di urutan kedua tersisa empat poin.
Artinya, jarak antara Inter dan Juventus sebagai pemuncak klasemen sementara hanya delapan poin, sedangkan dibandingkan Lazio di urutan kedua hanya empat angka. Artinya, Inter hanya butuh tidak kalah di pertandingan tersisa sambil berharap Juve dan Lazio terpeleset. (Baca: Sepenuhnya terbebas dari Juventus, Allegri Kini Bisa Dipinang)
Jadi? Sekali lagi, teorinya, Inter masih memiliki peluang untuk berburu gelar. Tapi, seperti di awal, peluang itu terasa berat jika melihat bagaimana Inter masih belum memperlihatkan bentuk terbaiknya, sejak mereka terpeleset ke urutan ketiga klasemen, tepatnya di pekan ke-24 sampai sekarang.
Untuk memudahkan, melihat siklus penampilan Inter sejauh ini, perjalanan Inter bisa dibagi menjadi tiga fase. Pertama adalah pekan pertama sampai giornata ke-15, fase kedua di pekan ke-16 sampai ke-25 sebelum liga dihentikan, sedangkan fase ketiga setelah Seri A dilanjutkan kembali.
Pada fase pertama, Inter terlihat menjanjikan. Dari pekan pertama sampai ke-15, Romelu Lukaku dkk hanya menelan satu kekalahan dan dua kali imbang. Artinya, dari total 45 poin yang diperebutkan, Inter hanya kehilangan tujuh angka. Satu-satunya kekalahan didapat ketika melawan Juventus.
Total 38 poin berhasil didapatkan Inter di fase pertama atau 2,5 poin per pertandingan dengan enam clean sheets. Hasil itu cukup membuat Inter terus menempel Juventus, bahkan sempat menempati puncak klasemen selama empat pekan.
Ketidakseimbangan mulai muncul di periode kedua saat mereka kembali berada di puncak klasemen pekan ke-16 sampai 18, Inter mulai limbung. Dari sembilan pertandingan, Inter harus menderita dua kekalahan dan empat kali imbang. Berarti, dari 27 kemungkinan angka yang bisa ditambang, Inter hanya memperoleh 13 poin. Jika dibuat rata-rata, perolehan poin Inter drop menjadi hanya 1,4 per pertandingan.
Sementara di fase ketiga atau tahap setelah liga dilanjutkan, Inter juga belum stabil. Dari tiga pertandingan, mereka mendapatkan dua kemenangan dan satu imbang. Sekilas tidak ada yang terlalu mengkhawatirkan dengan hasil ini. Tapi, jika melihat bagaimana cara Inter mendapatkan poin di tiga pertandingan terakhir, terbilang mengkhawatirkan. (Baca juga: Pantang Menyerah Buru Scudetto, Lazio Belajar dari Kesalahan)
Selain tiga laga tersebut, pasukan Conte gagal mencatatkan clean sheets. Mereka kebobolan pada menit ke-25 melawan Sampdoria setelah sempat unggul 2-0. Kemasukan tiga saat menjamu Sassuolo sebelum akhirnya puas dengan hasil imbang 3-3 dan sempat kebobolan lebih dulu di kandang Parma.
Ini yang membuat posisi Inter dalam perburuan gelar mulai goyah. “Kami telah menganalisis mengapa kami kebobolan gol melawan Sassuolo dan akan menganalisis gol tersebut. Tidak mudah mengubah dua bek dari tiga bek dan itu adalah pertandingan pertama mereka dalam tiga atau empat bulan sehingga itu tidak mudah,” tandas Asisten Pelatih Inter Milan Cristian Stellin, dikutip Football Italia.
Formasi 3-5-2 atau 3-4-3 Conte di Inter sejauh ini belum sepenuhnya bekerja. Meski membaik dari sisi produktivitas, pertahanan menjadi masalah sendiri. Coba tengok data transfermarkt maka akan terlihat bagaimana buruknya pertahanan Inter. Lebih buruk dari klub profesional pertama Conte, Bari.
Memiliki rata-rata kemasukan 1,08 gol per pertandingan adalah statistik terburuk kedua sepanjang kariernya di tim profesional. Catatan tersebut hanya kalah dibandingkan saat Conte menukangi Atalanta yang memiliki rata-rata kebobolan 1,50 per pertandingan. (Baca juga: UU Keamanan Nasional Disahkan, Demonstran Pro Demokrasi Hong Kong Bubar)
Sementara saat menukangi Chelsea, pasukan Conte hanya kemasukan rata-rata 1,03, Juventus (Seri A) di angka 0,65 dan timnas Italia (083). “Jika kami melihat statistik di pertandingan sebelumnya, kami mengizinkan delapan tembakan ke gawang dan kebobolan lima gol. Itu bukan statistik normal," tandas Stellin.
Sebenarnya, Conte bukan tanpa usaha. Dia sedang berusaha melakukan eksperimen dalam formasi tim. Pelatih berusia 50 tahun itu berusaha keluar dari zona nyaman yang bernama formasi 3-5-2 atau 3-4-3. Kini, dia sedang berusaha memberi variasi berbeda dengan formasi 3-4-1-2 untuk memberikan ruang kepada Christian Eriksen.
Pemain yang didatangkan dari Tottenham Hotspur itu diberi tempat khusus sebagai trequartista atau penyerang lubang. Perubahan itu bukan tanpa risiko. Skema ini membuat pertahanan menjadi sedikit kendur. Eriksen jelas bukan pemain yang bisa diharapkan membantu pertahanan.
Dia lebih fokus mengalirkan bola kepada Lautaro Martinez dan Lukaku. Eriksen sebagai pemegang kendali ritme permainan. Hanya, peran tersebut belum sepenuhnya bisa dijalankan dengan baik. Inter masih kaku dan Eriksen tidak maksimal. Seperti saat melawan Parma, dia ditarik keluar pada menit ke-69 digantikan Alexis Sanchez.
Entah ada hubungannya atau tidak, keluarnya Eriksen membuat Inter bisa mencetak dua gol yang memastikan mereka mendapatkan tiga angka. “Kami menerima kritik, tapi juga harus menghargai kami karena kemenangan ini layak," tandasnya. (Lihat videonya: Lima Warga Terseret Longsor di Palopo)
Kini petualangan Inter dalam perburuan poin dan gelar akan kembali diuji saat menjamu Brescia. Pertandingan yang seharusnya tak ada masalah jika melihat kondisi Brescia sekarang ini. Pasukan Diego Lopez ini sudah lupa cara mendapatkan kemenangan sejak tahun lalu.
Mereka terdampar di urutan ke-19 dan hampir pasti terdegradasi di musim ini. Brescia juga masih terluka dengan hasil imbang melawan Genoa. Lopez menganggap timnya seharusnya tidak mendapatkan hukuman penalti yang membuat timnya harus puas dengan hasil imbang 2-2. "Kami sedang berusaha untuk kembali mendapat kemenangan di sini dan itu sangat penting bagi kami," tandas Lopez. (Maruf)
Conte datang ke Milan dengan reputasi sebagai pelatih yang berhasil menaklukkan Seri A bersama Juventus dan Liga Primer saat menangani Chelsea. Harapan itu sempat diberikan Conte di awal musim sebelum akhirnya mengembalikan Inter ke habitat lama, seusai Jose Mourinho, gagal bersaing menjadi juara.
Vonis gagal juara di musim ini mungkin masih bisa didapat jika melihat teori kalkulasi poin yang tersisa di Seri A. Dengan sisa 10 pertandingan, artinya masih ada 30 poin yang dipertandingkan. Sementara dibandingkan Lazio di urutan kedua tersisa empat poin.
Artinya, jarak antara Inter dan Juventus sebagai pemuncak klasemen sementara hanya delapan poin, sedangkan dibandingkan Lazio di urutan kedua hanya empat angka. Artinya, Inter hanya butuh tidak kalah di pertandingan tersisa sambil berharap Juve dan Lazio terpeleset. (Baca: Sepenuhnya terbebas dari Juventus, Allegri Kini Bisa Dipinang)
Jadi? Sekali lagi, teorinya, Inter masih memiliki peluang untuk berburu gelar. Tapi, seperti di awal, peluang itu terasa berat jika melihat bagaimana Inter masih belum memperlihatkan bentuk terbaiknya, sejak mereka terpeleset ke urutan ketiga klasemen, tepatnya di pekan ke-24 sampai sekarang.
Untuk memudahkan, melihat siklus penampilan Inter sejauh ini, perjalanan Inter bisa dibagi menjadi tiga fase. Pertama adalah pekan pertama sampai giornata ke-15, fase kedua di pekan ke-16 sampai ke-25 sebelum liga dihentikan, sedangkan fase ketiga setelah Seri A dilanjutkan kembali.
Pada fase pertama, Inter terlihat menjanjikan. Dari pekan pertama sampai ke-15, Romelu Lukaku dkk hanya menelan satu kekalahan dan dua kali imbang. Artinya, dari total 45 poin yang diperebutkan, Inter hanya kehilangan tujuh angka. Satu-satunya kekalahan didapat ketika melawan Juventus.
Total 38 poin berhasil didapatkan Inter di fase pertama atau 2,5 poin per pertandingan dengan enam clean sheets. Hasil itu cukup membuat Inter terus menempel Juventus, bahkan sempat menempati puncak klasemen selama empat pekan.
Ketidakseimbangan mulai muncul di periode kedua saat mereka kembali berada di puncak klasemen pekan ke-16 sampai 18, Inter mulai limbung. Dari sembilan pertandingan, Inter harus menderita dua kekalahan dan empat kali imbang. Berarti, dari 27 kemungkinan angka yang bisa ditambang, Inter hanya memperoleh 13 poin. Jika dibuat rata-rata, perolehan poin Inter drop menjadi hanya 1,4 per pertandingan.
Sementara di fase ketiga atau tahap setelah liga dilanjutkan, Inter juga belum stabil. Dari tiga pertandingan, mereka mendapatkan dua kemenangan dan satu imbang. Sekilas tidak ada yang terlalu mengkhawatirkan dengan hasil ini. Tapi, jika melihat bagaimana cara Inter mendapatkan poin di tiga pertandingan terakhir, terbilang mengkhawatirkan. (Baca juga: Pantang Menyerah Buru Scudetto, Lazio Belajar dari Kesalahan)
Selain tiga laga tersebut, pasukan Conte gagal mencatatkan clean sheets. Mereka kebobolan pada menit ke-25 melawan Sampdoria setelah sempat unggul 2-0. Kemasukan tiga saat menjamu Sassuolo sebelum akhirnya puas dengan hasil imbang 3-3 dan sempat kebobolan lebih dulu di kandang Parma.
Ini yang membuat posisi Inter dalam perburuan gelar mulai goyah. “Kami telah menganalisis mengapa kami kebobolan gol melawan Sassuolo dan akan menganalisis gol tersebut. Tidak mudah mengubah dua bek dari tiga bek dan itu adalah pertandingan pertama mereka dalam tiga atau empat bulan sehingga itu tidak mudah,” tandas Asisten Pelatih Inter Milan Cristian Stellin, dikutip Football Italia.
Formasi 3-5-2 atau 3-4-3 Conte di Inter sejauh ini belum sepenuhnya bekerja. Meski membaik dari sisi produktivitas, pertahanan menjadi masalah sendiri. Coba tengok data transfermarkt maka akan terlihat bagaimana buruknya pertahanan Inter. Lebih buruk dari klub profesional pertama Conte, Bari.
Memiliki rata-rata kemasukan 1,08 gol per pertandingan adalah statistik terburuk kedua sepanjang kariernya di tim profesional. Catatan tersebut hanya kalah dibandingkan saat Conte menukangi Atalanta yang memiliki rata-rata kebobolan 1,50 per pertandingan. (Baca juga: UU Keamanan Nasional Disahkan, Demonstran Pro Demokrasi Hong Kong Bubar)
Sementara saat menukangi Chelsea, pasukan Conte hanya kemasukan rata-rata 1,03, Juventus (Seri A) di angka 0,65 dan timnas Italia (083). “Jika kami melihat statistik di pertandingan sebelumnya, kami mengizinkan delapan tembakan ke gawang dan kebobolan lima gol. Itu bukan statistik normal," tandas Stellin.
Sebenarnya, Conte bukan tanpa usaha. Dia sedang berusaha melakukan eksperimen dalam formasi tim. Pelatih berusia 50 tahun itu berusaha keluar dari zona nyaman yang bernama formasi 3-5-2 atau 3-4-3. Kini, dia sedang berusaha memberi variasi berbeda dengan formasi 3-4-1-2 untuk memberikan ruang kepada Christian Eriksen.
Pemain yang didatangkan dari Tottenham Hotspur itu diberi tempat khusus sebagai trequartista atau penyerang lubang. Perubahan itu bukan tanpa risiko. Skema ini membuat pertahanan menjadi sedikit kendur. Eriksen jelas bukan pemain yang bisa diharapkan membantu pertahanan.
Dia lebih fokus mengalirkan bola kepada Lautaro Martinez dan Lukaku. Eriksen sebagai pemegang kendali ritme permainan. Hanya, peran tersebut belum sepenuhnya bisa dijalankan dengan baik. Inter masih kaku dan Eriksen tidak maksimal. Seperti saat melawan Parma, dia ditarik keluar pada menit ke-69 digantikan Alexis Sanchez.
Entah ada hubungannya atau tidak, keluarnya Eriksen membuat Inter bisa mencetak dua gol yang memastikan mereka mendapatkan tiga angka. “Kami menerima kritik, tapi juga harus menghargai kami karena kemenangan ini layak," tandasnya. (Lihat videonya: Lima Warga Terseret Longsor di Palopo)
Kini petualangan Inter dalam perburuan poin dan gelar akan kembali diuji saat menjamu Brescia. Pertandingan yang seharusnya tak ada masalah jika melihat kondisi Brescia sekarang ini. Pasukan Diego Lopez ini sudah lupa cara mendapatkan kemenangan sejak tahun lalu.
Mereka terdampar di urutan ke-19 dan hampir pasti terdegradasi di musim ini. Brescia juga masih terluka dengan hasil imbang melawan Genoa. Lopez menganggap timnya seharusnya tidak mendapatkan hukuman penalti yang membuat timnya harus puas dengan hasil imbang 2-2. "Kami sedang berusaha untuk kembali mendapat kemenangan di sini dan itu sangat penting bagi kami," tandas Lopez. (Maruf)
(ysw)